Jumat, 23 Desember 2016

Psikologi Perkembangan Pada Masa Dewasa Madya



PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PADA MASA DEWASA MADYA


Definisi Masa Dewasa Madya
Pada umunya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat. Walaupun dewasa ini banyak yang mengalami perubahan-perubahan tersebut lebih lambat daripada masa lalu, namun garis batas tradisionalnya masih nampak. Meningkatnya kecenderungan untuk  pensiun pada usia enam  puluhan sengaja atau pun tidak sengaja  usia enam puluhan tahun dianggap sebagai garis batas antara usia madya dengan usia lanjut, jadi batasnya bukan 65 tahun.[1]
            Oleh karena usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut dibagi-bagi ke dalam dua sub bagian, yaitu : usia madya dini  yang membentang dari usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang berbentang antara 50 sampai 60 tahun. Selama usia madya lanjut, perubahan fisik dan psikologis yang pertama kali mulai selama 40-an awal menjadi lebih keliatan.
            Seperti halnya periode lain dalam rentang kehidupan berbeda menurut tahap dimana perubahan fisik yang membedakan usia madya dari masa dewasa dini pada satu batas, dan usia lanjut di batas lainnya. Menurut pepatah kuno, seperti halnya buah apel, matangnya pun tidak pada waktu yang sama, ada yang pada bulan Juli dan ada pula yag pada bulan Oktober. Demikian juga halnya dengan manusia.
            Usia madya, pada kebudayaan Amerika saat ini, merupakan masa yang paling sulit dalam rentang kehidupan mereka. Bagaimanapun baiknya individu-individu tersebut berusaha untuk menyesuaikan diri hasilnya akan tergantung pada dasar-dasar yang ditanamkan pada tahap awal kehidupan, khusunya harapan tentang penyesuaian diri terhadap peran dan harapan sosial dari masyarakat dewasa. Kesehatan mental yang baik,yang diperlukan pada masa-masa dewasa, memberikan berbagai kemudian untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai peran baru dan harapan sosial usia madya
Masalah-masalah tertentu yang timbul dalam penyesuaian diri merupakan ciri dari usia madya pada kebudayaan masa kini. Beberapa dari masalah tersebut lebih sulit lagi  bagi pria, dan beberapa lainnya lebih sulit bagi wanita. Masalah utama yang harus dipecahkan dan disesuaikan secara memuaskan selama usia madya mencakup apa saja yang menjadi tugas-tugas perkembangan selama periode ini.
            Pada kebanyakan orang tanda dari dewasa madya ditandai dengan kemajuan pekerjaan, pekawinan, meningkatnya ekonomi, aktif untuk mengikuti kegiatan sosial, dan dorongan seks bertambah sehingga disebut masa puber kedua, mengurangi kegiatan yang banyak dilakukan secara fisik dan masa break down secara fisik seperti mulai sakit-sakitan.
            Seperti halnya dengan tugas-tugas perkembangan periode lain, maka tugas-tugas perkembangan masa dewasa madya tidaklah sepenuhnya dapat dikuasai dalam waktu sama oleh setiap orang. Hanya beberapa tugas yang bisa dikuasai sepenuhnya. Kondisi ini selalu bervariasi untuk setiap individu. Kebanyakan tugas-tugas perkembangan usia dewasa madya ialah persiapan penyesuaian diri dalam mengatur dan menentukan kebahagiaannyadi masa tua.
            Tuga-tugas perkembangan masa dewasa madya ialah menyesuaikan diri pada perubahan dan penurunan kondisi fisik, menyesuaikan diri dalam perubahan minat, atau menyesuaikan diri kepada relasi keluarga dan pasangan hidup.


Perkembangan Aspek Fisik pada Dewasa Madya
Dilihat dari aspek perkembangan fisik, pada awal masa dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya, dan sekaligus mengalami penurunan selama periode ini. Dalam pembahasan berikut akan diuraikan beberapa gejala penting dari perkembangan fisik yang terjadi selama masa dewasa.
            Salah satu dari sekian banyak penyesuaian yang sulit yang pria dan wanita berusia madya harus lakukan adalah dalam mengubah penampilan. Mereka harus benar-benar menyadari bahwa fisiknya sudah tidak mampu berfungsi lagi sama seperti sediakala pada saat mereka kuat dan bahkan beberapa organ-organ tertentu tubuh yang vital sudah lemah. Mereka yang berusia madya harus dapat menerima kenyataan bahwa kemampuan mereproduksi sudah berkurang atau akan berakhir, dan mungkin bahkan mereka akan kehilangan dorongan seks serta daya tarik sosial. Seperti anak-anak puber yang pada masa kanak-kanaknya berurusan tentang akan jadi apa mereka dan bagaimana penampilannya bila mereka sudah besar kelak dan siapa yang kemudian menyesuaikan diri sehingga realitas penampilan mereka bila tidak bertumbuh sesuai dengan harapan mereka, demikian juga orang berusia madya harus mengesankan diri terhadap perubahan-perubahan yang tidak mereka sukai dan yang menandai tibanya usia tua mereka.
Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik terasa sulit karena adanya kenyataan bahwa sikap individu yang kurang menguntungkan semakin diitensifkan lagi oleh perilaku sosial yang kurang menyenangkan terhadap perubahan normal yang muncul bersama pada tahun-tahun selanjutnya. Perubahan fisik yang terpenting, yang terhadapnya orang berusia madya harus menyesuaikan diri dibahas di bawah ini :
1.      Perubahan dalam Penampilan
Seperti telah diketahui, sejak masa remaja dini, penampilan seseorang memegang peranan yang sangat pnting terutama dalam penilaian sosial, sambutan sosial, dan kepemimpinan. Mereka yang berusia madya, memberontak terhadap penilaian status tersebut yang mereka takuti ketika penampilan mereka menurun.
Bagi pria, terdapat kesulitan tambahan dalam berlomba dengan orang-orang yang lebih  muda, lebih kuat, dan lebih energik, yang lebih cenderung untuk menilai kemampuanya dalam mempertahankan pekerjaannya dalam kaitannya dengan penampilan. Baik bagi pria maupun wanita, selalu terdapat ketakutan bahwa penampilan usia madya mereka akan menghambat kemampuan untuk mempertahankan pasangan mereka (suami/istri), ataupun mengurangi daya tarik terhadap lawan jenisnya.
Sebagai kebiasaan umum, kaum pria pada budaya kita memperlihatkan tanda-tanda ketuaan lebih cepat dari pada wanita. Hal ini mugkin dapat dijelaskan oleh kenyataan, bahwa kaum wanita yang menyadari seberapa jauh daya tariknya terhadap kaum pria bergantung pada penampilan fisik sehingga secara daya tarik tersebut hilang oleh adanya tanda-tanda mencapai usia madya.
Tanda-tanda menua juga cenderung menjadi lebih jelas di kalangan kelompok-kelompok sosial-ekonomis dari pada kelompok lainnya. Pada umunya, pria dan wanita dari kelompok sosial-ekonomis yang lebih tinggi nampak lebih muda dari usia yang sebenarnya, sedangkan mereka yang berasal dari kelompok sosial-ekonomi yang lebih rendah nampak lebih tua dari pada usia yang sebenarnya. Hal ini mungkin sebagian dijelaskan oleh kenyataan bahwa mereka yang dari kelompok lebih beruntung kurang bekerja, mengeluarkan lebih sedikit energi dan lebih banyak makan dari pada mereka yang harus mencari hidup dengan tangan yang kasar. Lebih jauh lagi, mereka yang berasal dari kelompok yang kurang beruntung tidak mampu menambah dan mendapatkan ala kecantikan dan pakaian yang bagus yang menutupi tanda-tanda ketuaan mereka.
2.      Perubahan dalam Kemampuan Indera
Deteorisasi bertahap dari kemampuan indera mulai pada usia madya. Perubahan yang paling merepotkan dan nampak terdapat pada mata dan telinga. Perubahan fungsional dan generatif pada mata berakibat mengecilnya bundaran kecil pada anak mata, mengurangnya ketajaman mata dan akhirnya cenderung menjadi glukoma, katarak dan tumor. Kebanyakan orang yang berusia madya menderita presbiopi atau kesulitan melihat sesuatu dari jarak jauh, yaitu kehilangan berangsur-angsur akomodasi lensa mata sebagai akibat dari menurunya elastisitas lensa mata. Antara umur 40-50 tahuanan daya akomodasi lensa mata biasanya tidak mampu untuk melihat dengan jarak dekat sehingga yang bersangkutan terpaksa harus memakai kaca mata.
Kemampuan mendengar ternyata juga melemah pada usia sekitar 40 tahun, akibatnya mereka yang berusia madya selalu harus mendengarkan sesuatu secara berlebihan sungguh-sungguh dari pada yang mereka lakukan pada masa lalu. Mula-mula kepekaan terhadap nada tinggi menjadi berkurang, kemudian diikuti dengan menurunnya secara drastis sesuai dengan meningkatnya usia. Oleh karena kehilangan pendengeran, maka mereka yang berusia madya mulai berbicara dengan keras dan sering monoton. Penurunan dalam hal pendengaran ini lebih terlihat sentivitas terhadap nada tinggi.  Dalam hal penurunan sensitivitas terhadap nada tinggi ini, terdapat perbedaan jenis kelamin, yakni laki-laki biasanya kehilangan sensivitasnya terhadap nada tinggi lebih awal dibandingkan perempuan. Perbedaan jenis kelamin ini mungkin lebih disebabkan oleh pengaruh pengalaman laki-laki terhadap suara gaduh dalam pekerjaan sehari-hari, seperti pertambangan, perbengkelan dan sebagainya.
Di samping menurunnya kemampuan mendengar, terjadi pula penurunan daya cium dan rasa. Hal ini terutama terjadi pada pria. Alasannya ialah rambut hidung mereka bertambah, sehingga mempengaruhi rangsangan daya cium untuk menembus organ-organ indra pencium yang terletak pada batang hidung. Oleh karena rasa sangat tergantung pada kemampuan membau, indera ini pun menjadi semakin lemah dengan meningkatkannya usia.
Sampai saat ini, studi menngenai hubungan antar usia dengan indera peraba, temperatur, dan rasa sakit belum pernah dilakukan secara meluas untuk menyimpulkan pengaruhnya terhadap usia. Walaupun demikian diduga bahwa dengan semakin menipisnya kulit karena pertambahan usia, kepekaan kulit menjadi lebih kuat dari pada mereka yang lebih muda.
Pada masa tua atau masa akhir, sejumlah perubahan pada fisik semakin terlihat sebagai akibat dari proses penuaan. Diantara perubahan-perubahan fisik yang paling kentara pada masa tua ini terlihat pada perubahan seperti rambut menjadi jarang dan beruban, kulit mongering dan mengkerut, gigi hilang dan gusi menyusut, konfigurasi wajah berubah, tulang belakang menjadi bungkuk. Kekuatan dan ketangkasan fisik berkurang, tulang–tulang menjadi rapuh, mudah patah lambat untuk dapat diperbaiki. Sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga orang tua rentan terhadap berbagai penyakit.
Tanda-tanda ketuaan yang paling nyata yang menjadi masalah pada pria dan wanita adalah tanda-tanda yang ditunjukkan pada kotak di bawah ini:

Tanda-Tanda yang Jelas Usia Madya
Berat Badan Bertambah
Selama usia madya lemak mengumpulkan terutama sekitar perut dan paha.
Berkurangnya Rambut dan Beruban
Rambut pada pria yang berusia madya mulai jarang, menipis, dan terjadi kebotakan pada bagian atas kepala. Rambut di hidung, telinga, dan bulu mata menjadi lebih kaku, sedangkan rambut pada wajah tumbuh lebih lambat dan kurang subur. Rambut wanita semakin tipis dan rambut di atas bibir atas dan dagu bertambah banyak. Baik rambut pria maupun rambut wanita mulai memutih menjelang usia lima puluh tahuan, dan beberapa orang sudah beruban sebelum berusia madya.
Perubahan pada Kulit
Kulit pada wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering dan keriput. Kulit dibagian bawah mata menggembung seperti kantong, dan lingkaran hitam di bagian ini menjadi lebih permanen dan jelas. Warna merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
Tubuh Menjadi Gemuk
Bahu seringkali berbentuk bulat, dan terjadi penggemukan seluruh tubuh yang membuat perut keliahatan menonjol sehingga seseorang keliahatan lebih pendek.
Masalah Persendian
Beberapa orang berusia madya mempunyai masalah pada persendian, tungkai dan lengan, yang membuat mereka sulit berjalan dan memegang benda yang jarang sekali ditemukan pada orang-orang muda.


Perubahan pada Gigi
Gigi menjadi kuning dan harus lebih sering diganti, sebagian atau seluruhnya dengan gigi palsu.
Perubaha pada Mata
Mata kelihatan kurang bersinar daripada ketika mereka masih muda, dan cenderung mengeluarkan kotoran mata yang menumpukdi sudut mata.

3.      Perubahan pada Keberfungsian Fisiologis
Perubahan-perubahan pada tubuh bagian luar terjadi berbarengan dengan perubahan-perubahan pada organ-organ dalam tubuh dan keberfungsiannya. Perubahan ini, pada sebagian besar bagian tubuh, langsung atau tidak langsung diakibatkan perubahan jaringan tubuh. Seperti gelang karet yang tua, dinding saluran arteri menjadi rapuh dengan bertambahnya usia. Keadaan tersebut dapat menimbulkan kesulitan sirkulasi. Meningkatnya tekanan darah, khususnya pada orang gemuk dapat menyebabkan komplikasi jantung.
Fungsi kelenjar tubuh menjadi lembam. Pori-pori dan kelenjar-kelenjar pada kulit yang membersihkan kulit dari kotoran menjadi lebih pelan, sehingga bau badan bertambah. Berbagai kelenjar yang dihubungkan dengan proses pencernaan berfungsi lebih lambat, sehingga mengalami masalah karena pencernaan menjadi lebih sering bekerja.
Kesulitan makin bertambah karena banyak orang usia madya menggunakan gigi palsu, yang justru menambah kesulitan mengunyah. Selain itu, beberapa orang usia madya memperbaiki kebiasaan makan mereka sesuai dengan semakin lambannya kegiatan mereka. Keadaan ini kelihatannya menambah keterbatasan fungsi sistem penurunan. Akibatnya konstipasi sering terjadi pada orang usia madya.
Mulai masa dewasa awal, sel-sel otak juga berangsur-angsur berkurang. Tetapi, perkembangbiakan koneksi neural (neural conection), khusunya bagi orang-orang yang tetap aktif, membantu mengganti sel-sel yang hilang. Hal ini membantu menjelaskan pendapat umum bahwa orang dewasa tetap aktif, baik secara fisik, seksual, maupun secara mental, menyimpan lebih banyak kapasitas mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas demikian pada tahun-tahun berikutnya.
Pada usia tua, sejumlah neuron, unit-unit sel dasar dari sitem saraf menghilang. Menurut hasil sejumlah penelitian, kehilangan neuron itu mencapai 50% selama tahun-tahun masa dewasa. Tetepi, penelitian lain memperkirakan bahwa kehilangan itu lebih sedikit. Bagaimana pun juga, menurut Santrock (1995), diperkirakan bahwa hingga 5 sampai 10% dari neuron kita berhenti tumbuh sampai kita berusia 70 tahun. Setelah itu, hilangnya neuron akan semakin cepat.
Hilangnya sel-sel otak dari sejumlah orang dewasa diantaranya disebabkan oleh serangkaian pukulan kecil, tumor otak, tau karena banyak minum-minuman beralkohol. Semua ini akan semakin merusak otak, menyebabkan terjadinya erosi mental yang sering disebut dengan kepikunan (senility). Bahkan, juga dapat menimbulkan penyakit otak yang lebih menakutkan lagi, yaitu penyakit Alzheimer, yang didera 3% dari populasi dunia berusia 75 tahun. Alzheimer dapat merusak kecerdasan pikiran. Pertama-tama Alzheimer menyebabkan memori berkurang, kemudian penalaran dan bahasa memburuk. Sebagai penyakit yang menjalar cepat, setelah 5 hingga 20 tahun, penderita menjadi kehilangan arah, kemudian tidak dapat mengendalikan diri, dan akhirnya kosong secara mental, hidup menjadi merana .                                                     
4.      Perubahan pada Kesehatan
Usia madya ditandai dengan menurunnya kesegaran fisik secara umum dan memburuknya kesehatan. Di mulai pada usia pertengahan empat-puluh tahunan terdapat peningkatan ketidakmampuan dan ketidakabsahan yang berlangsung dengan cepat dan seterusnya.
Masalah kesehatan secara umum pada usia madya mencakup kecenderungan untuk mudah lelah, telinga berdengung, sakit pada otot, kepekaan kulit, pusing-pusing biasa, sakit pada lambung (konstipasi, asam lambung dan sendawa), kehilangan selera makan, serta insomnia.
Bagaimana usia madya mempengaruhi kesehatan individu, tergantung pada banyak faktor, seperti faktor keturunan, riwayat kesehatan masa lampau, tekanan emosi dalam hidup, dan kemauan untuk menyesuaikan diri dengan pola hidup untuk mengubah kondisi jasmani. Misalnya, orang yang agresif dan ambisi mungkin dapat mengelak dari permasalahan kesehatan selama masa dewasa dini, akan tetapi setelah berusia empat puluh tahun mereka tampaknya lebih banyak yang mengalami serangan jantung dari pada mereka yang relatif santai dan melakukan sedikit pekerjaan.
Bagi wanita, perubahan biologis yang utama terjadi selama masa pertengahan dewasa adalah perubahan dalam hal kemampuan reproduktif, yakni mulai mengalami menopause  atau berhentinya menstruasi dan hilangnya kesuburan. Pada umunya, menopause mulai terjadi pada usia sekitar 50 tahun, tetapi ada juga yang sudah mengalami menopause pada usia 40 tahun. Peristiwa menopause disertai dengan berkurangnya hormone estrogen. Bagi sebagian besar perempuan, menopause tidak menimbulkan problem psikologis. Tetapi, bagi sebagian yang lain, menopause telah menyebabkan munculnya sejumlah besar gejala psikologis, termasuk depresi dan hilang ingatan. Sejumlah studi belakang ini menunjukkan bahwa problem-problem tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh reaksi terhadap usia tua yang dicapai oleh wanita dalam suatu masyarakat yang sangat menghargai anak-anak muda dari pada peristiwa menopause itu sendiri.
Bagi laki-laki, proses penuaan selama pertengahan dewasa tidak begitu nampak jelas, karena tidak ada tanda-tanda fisiologis dari peningkatan usia seperti berhentinya haid pada perempuan. Lebih dari itu, , laki-laki tetap subur dan mampu menjadi ayah anak-anak sampai memasuki usia tua. Hanya beberapa kemunduran fisik juga terjadi secara berangsur-angsur, seperti berkurangnya produksi air mani.
5.      Perubahan  Seksual
Sejauh ini, penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan oleh pria maupun wanita pada usia madya terdapat pada perubahan-perubahan pada kemampuan seksual mereka. Wanita memasuki masa menopause,  atau perubahan hidup, dimana masa menstruasi berhenti, dan mereka kehilangan kemampuan memelihara anak. Sedangkan pria mengalami masa klimakterik pria.
Menopause dan klimakterik, keduanya diliputi dengan misteri bagi kebanyakan pria dan wanita. Dan disini terdapat berbagai kepercayaan tradisional, yang membuat orang semakin merasa takut dalam memasuki masa tersebut dalam kehidupan mereka ketika wanita perubahan-perubahan fisik ini terjadi. Masa-masa ketika wanita mengalami menopause ini sering disebut dengan masa kritis.
Sekarang sudah lebih banyak diketahui tentang penyebab dan akibat dari perubahan seksual yang terjadi selama usia madya, dari pada waktu lampau. Selanjutnya terdapat fakta yang berkembang bahwa perubahan tersebut merupakan bagian yang normal dari pola kehidupan dan juga diketahui bahwa perubahan-perubahan psikologis selama usia madya itu akibat dari tekana emosional dari pada gangguan fisik, keadaan ini berlaku baik dari pria maupun wanita.


2.3       Perkembangan kognitif
Pada umumya orang percaya bahwa proses kognitif-belajar, memori, dan intelegensi mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia. Bahkan kesimpulan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga tercermin dalam masyarakat ilmiah. Akan tetapi, belakangan hasil jumlah penelitian menunjukan bahwa kepercayaan tentang terjadinya kemerosotan proses kognitif bersamaan dengan penurunan kemampuan fisik, sebenarnya hanyalah salah satu stereotip budaya yang meresap dalam diri kita. Uraian berikut akan mengetengahkan beberapa perubahan penting dalam proses kognitif yang terjadi pada masa dewasa dan usia tua:
1.      Perkembangan pemikiran postformal
Pada tahap ini perkembangan intelektual dewasa sudah mencapai titik akhir puncaknya yang sama dengan perkembangan tahap sebelumnya (tahap pemuda). Semua hal yang dialami sebenarnya merupakan perluasan, penerapan, dan penghalusan dari pola pemikirannya. Orang dewasa dalam menyelesaikan masalahnya juga memikirkannya terlebih dahulu secara teoritis. Ia menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisanya ini, orang dewasa lalu membuat suatu strategi penyelesaian secara verbal. Yang kemudian mengajukan pendapat-pendapat tertentu yang sering disebut sebagai proporsi, kemudian mencari sintesa dan relasi antara proporsi yang berbeda-beda tadi.
Tahap perkembangan kognitif menurut piage yaitu pemikiran remaja berada pada tahap operasional formal, tahap kemempuan berpikir secara abstrak dan hipotesis. Tipe pemikiran ini dimulai sekitar 11 tahun, tetapi tidak berkembang secara penuh sampai berakhirnya masa remaja. Karena itu, piaget percaya bahwa seorang remaja dan seorang dewasa memiki cara berfikir yang sama. Akan tetapi para pengkritik piaget menunjukan bahwa kesimpulan piaget tersebut tidak dapat diterapkan pada kebudayaan-kebudayaan lain, sebab ditemukan banyak anak remaja ternyata tidak menggunakan pemikiran operasional formal. Bahkan sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa pada masa dewasalah individu akan menata pemikiran operasional formal mereka. Mereka mungkin merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja, tetapi mereka menjadi sistematis ketika mendekati masalah sebagai orang dewasa. Ketika sejumlah orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis dari pada remaja dan menurunkan suatu pemecahan masalah dari suatu permasalahan, banyak orang dewasa yang tidak menggunakan pemikiran operasional formal sama sekali.
Dengan demikian, kemampuan kognitif terus berkembang selama masa dewasa. Akan tetapi, bagaimana pun tidak semua perubahan kognitif pada masa dewasa yang mengarah pada peningkatan potensi. Bahkan kadang-kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring bertambahnya usia. Meski pun demikian, sejumlah para ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan pada masa dewasa madya dan akhir dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian pelatihan khusus.
Penelitian K. Warner Schaie dan Scherry Willis terhadap lebih dari 4.000 orang dewasa, yang kebanyakan berusia lanjut, menunjukan bahwa penggunaan pelatihan keterampilan kognitif yang bersifat individual telah berhasil meningkatkan orientasi ruang dan keterampilan-keterampilan penalaran 2/3 orang-orang dewasa tersebut. Hampir 40% dari mereka yang kemampuannya menurun, dapat kembali ditingkatkan hingga mencapai tingkat yang mereka capai 14 tahun sebelumnya.
2.      Perkembangan memori
Salah satu karakteristik yang paling sering dihubungkan dengan orang dewasa dan usia tua adalah penurunan dalam daya ingat. Akan tetpi, apakah asumsi ini dapat dibenarkan ? sejumlah bukti menunjukan bahwa perubahan memori bukanlah suatu yang sudah pasti terjadi sebagai bagian dari proses penuaan, melainkan lebih merupakan stereotip budaya. Hal yang dibuktikan oleh hasil studi lintas budaya yang dilakukan oleh B.L Levy dan E. Langer terhadap orang tua dicina dan Amaerika. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa orang tua dalam kultur yang memberikan penghargaan tinggi terhadap orang tua, seperti kultur cina daratan, kecil kemungkinan mengalami kemerosotan memori dibandingkan dengan orang tua yang hidup dalam kultur yang mengira bahwa kemunduran memori adalah sesuatu yang mungkin terjadi.
Lebih dari itu ketika orang tua memperlihatkan kemunduran memori, kemunduran memori tersebut cenderung sebatas pada tipe-tipe memori tertentu. Misalnya, kemunduran cenderung terjadi pada keterbatasan memori episodik (episodic memories) atau memori yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman tertentu yang ada di sekitar kehidupan kita. Sementara tipe-tipe memori lain, seperti memori semantik (semantic memories) adalah memori yang berhungan dengan pengetahuan dan fakta-fakta umum, dan memori implisit (implicit memories) adalah memori bawah sadara kita, secara umum tidak mengalami kemunduran karena pengaruh penuaan.
Kemerosotan dalam memori episodik, sering menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan orang tua. Misalnya, seseorang yang memasuki masa pensiun, yang mungkin tidak lagi menghadapai bermacam-macam tantangan penyesuiaan intelektual sehubungan dengan pekerjaan, dan mungkin lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat beberapa hal, jelas akan mengalami kemunduran pada memorinya. Untuk itu latihan menggunakan bermacam-macam stategi mnemonic (strategi penghafalan) bagi orang tua, tidak hanya memungkinkan dapat mencegah kemunduran memori jangka panjang, melainkan sekaligus memungkinkan dapat meningkatkan kekuatan memori mereka.
Pada masa lalu, orang tua dengan kasus-kasus berat dalam kemunduran memori, yang disertai dengan berbagai kesulitan kognitif lainnya, dipandang sebagai penderita kepikunan. Kepikunan adalah suatu istilah yang sebenarnya tidak tapat digunakan secara khusus bagi orang tua yang mengalami kemunduran dalam perkembangan kemampuan mental, termasuk kehilangan memori, disorientasi, dan kebingungan pada umumnya. Oleh sebab itu, dewasa ini sejumlah ahli gerontologi memandang kepikunan sebagai sebuah istilah yang ditujukan bagi orang-orang yang hidupnya sudah tidak berguna.
Jadi, kemerosotan fungsi kognitif pada masa tua, pada umumnya memang merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari lagi, karena disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit kekacauan otak (alzheimer) atau karena kecemasan dan depresi. Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa keterampilan kognitif tidak bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Kunci untuk memlihara kognitif terletak pada tingkat pemberian beberapa rangsangan intelektual. Oleh karena itu, orang tua sebenarnya sangat membutuhkan suatu lingkungan perangsang dalam rangka mengasah dan  memelihara keterampilan-keterapilan kognitif mereka serta mengantisipasi terjadinya kepikunan.
3.      Perkembangan intelegensi
Suatu mitos yang bertahan hingga sekarang adalah bahwa menjadi tua berarti mengalami kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang berpendapat bahwa seiring dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam intelegensi umum. Misalnya dalam studi kros-seksional, peneliti menguji orang-orang dari berbagai usia pada waktu yang sama. Ketika memberikan tes inteligensi kepada sampel yang respresentati, peneliti secara konsisten menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua memberikan lebih sedikit jawaban yang benar dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih muda. Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme secara umum. Hampir semua studi menunjukan bahwa setelah mencapai puncaknya pada antara 18 sampai 25 tahun, kebanyakan kemampuan manusia terus-menerus mengalami kemajuan yang signifikan dan sedikit kemunduran.
Studi Thorndike mengenai kemapuan belajar orang dewasa menyimpulkan bahwa kemampuan belajar mengalami kemunduran 15% pada usia 22 dan 42 tahun. Kemampuan untuk mempelajari pelajaran-pelajaran sekolah ternyata hanya mengalami kemunduran sekitar 0,5% sampai 1% setiap tahun antara 21 dan 41 tahun. Memang puncak kemampuan belajar bagi kebanyakan orang terdapat pada usia 25 tahun, namun kemunduran yang terjadi sesudah 25 hingga 45 tahun tidak signifikan. Bahkan pada usia 45 tahun kemampuan belajar seseorang sama baiknya dengan ketika mereka masih berusia antara 20 hingga 25 tahun.
Studi Thaorndike tersebut menunjukan bahwa kemunduran kemampuan intelektulan pada orang dewasa tidak disebabkan oleh faktor usia, melainkan oleh faktor-faktor lain. Witherington menyebutkan tiga faktor penyebab terjadinya kemuduran kemampuan belajar orang dewasa. Pertama, ketiadaan kapasitas dasar. Orang dewasa tidak akan memiliki kemampuan belajar bila pada usia muda juga tidak memiliki kemampuan belajar yang memadai. Kedua. Terlampau lamanya tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat intelektual, artinya orang-orang yang telah berhenti membaca bacaan-bacaan yang berat dan berhenti pula melakukan pekerjaan intelektual, akan terlihat bodoh dan tidak mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan semacam itu. Ketiga, faktor budaya, terutama cara-cara seseorang memberikan sambutan, seperti kebiasaan, cita-cita, sikap, dan prasangka-prasangka yang telah mengakar, sehingga setiap usaha untuk mempelajari cara sambutan yang baru akan mendapat tantangan yang kuat.


2.4       Aspek Perkembangan Sosial
Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Penyesuaian sosial pada setiap tahap usia ditentukan oleh dua faktor. Pertama adalah sejauh mana seseorang dapat memainkan peran sosial secara tepat sesuai dengan apa yang diharapkannya. Kedua adalah sejauh mana seseorang memainkan salah satu peran penting dalam mengembangkan tugas seseorang selama usia madya untuk mencapai tanggung jawab sebagai warga Negara dan tanggung jawab sosial.
Pada masa dewasa madya ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini orang melibatkan diri secara khusus dalam karir, pernikahan, dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa dan tua ini ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, genertif dan integritas.

1.      Perkembangan Keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa. Pada masa dewasa madya ini, orang-orang telah siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain. Mereka mendambakan hubungan-hubungan yang intim-akrab, dilandasi rasa persaudaraan, serta siap mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-komitmen ini sekalipun mereka mungkin harus berkorban untuk itu. Dalam suatu studi ditunjukkan bahwa hubungan intim mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis dan fisik seseorang. Orang-orang yang mempunyai tempat untuk berbagi ide, perasaan dan masalah, merasa lebih bahagia dan lebih sehat dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki tempat untuk berbagi (Traupmann & Hatfield, 1981). Adapun gejala dalam perkembangan sosial ini adalah menimbulkan cinta dan berujung pada pernikahan.
a.      Cinta
Selama tahap perkembangan keintiman ini, nilai-nilai cinta muncul. Cinta mengacu pada perilaku manusia yang sangat luas dan kompleks. Menurut Santrock (1995), cinta dapat diklasifikasikan menjadi empat bentuk cinta, yaitu: altrualisme, persahabatan, cinta yang romantis atau bergairah, dan cinta yang penuh perasaan atau persahabatan. Meskipun cinta sudah tampak dalam tahap-tahap sebelumnya (seperti cinta bayi pada ibunya, dan cinta birahi pada remaja), namun perkembangan cinta dan keintiman cinta sejati baru muncul setelah seseorang memasuki masa dewasa. Pada masa dewasa ini, perasaan cinta lebih dari sekedar gairah atau romantisme, melainkan suatu afeksi cinta yang penuh perasaan dan kasih sayang. Cinta pada orang dewasa ini diungkapkan dalam bentuk kepedulian terhadap orang lain. Orang- orang dewasa awal lebih mampu melibatkan diri dalam hubungan bersama, dimana mereka saling berbagi hidup dengan seorang mitra yang intim. Suatu tipe cinta yang paling kuat, atau cinta sempurna hanya akan terbentuk apabila dilandasi oleh ketiga komponen cinta (gairah, keintiman dan komitmen).
b.      Pernikahan dan Keluarga
Agar memiliki arti sosial yang menetap, maka genelitas membutuhkan seseorang yang dicintai dan dapat diajak melakukan hubungan seksual, serta dapat berbagi rasa dalam suatu hubungan kepercayaan. Dihampir setiap masyarakat, hubungan seksual dan keintiman pada masa dewasa awal ini diperoleh melalui lembaga pernikahan atau perkawinan. Meskipun konsep dan definisi orang tentang perkawinan pada setiap kebudayaan dan suku bangsa tidak sama, namun hampir setiap budaya dan suku bangsa agaknya mempunyai pandangan yang sama bahwa perkawinan merupakan sesuatu yang bersifat suci dan dibutuhkan dalam kehidupan ini. Meskipun belakangan ini kecenderungan orang dewasa untuk hidup membujang meningkat dan perceraian sering terjadi, namun orang Amerika masih menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk menikah. 
Setiap individu cenderung mencari pasangan hidup yang mempunyai latar belakang etnik, sosial dan agama yang sama. Bertentangan dengan pendapat umum, kaum perempuan tampaknya kurang romantis dibandingkan dengan laki-laki dalam usaha pendekatan memilih pasangan mereka. Laki-laki cenderung lebih cepat jatuh cinta dari pada perempuan dan merasa puas dengan kualitas calon pasangan mereka. Sebaliknya, perempuan lebih praktis dan berhati-hati dalam menentukan pasangan dan lebih mungkin untuk membandingkan calon pasangannya dengan alternatif lainnya.
Secara tradisi, perkawinan menuntut perubahan gaya hidup yang lebih besar bagi perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Seorang laki-laki yang sudah menikah, biasanya melanjutkan karirnya, sedangkan perempuan mungkin dituntut untuk melepaskan kebebasan kehidupan lajangnya demi berbagai tuntutan peran dan tanggung jawab sebagai istri dan ibu. Perubahan gaya hidup ini ternyata tidak jarang menjadi pemicu timbulnya problem dalam perkawinan. Dalam penelitian nasional yang dilakukan Elizabeth Douvan dan teman-temannya, dilaporkan bahwa hampir 60 % pria dan wanita dari seluruh partisipan mengaku bahwa kadang-kadang mereka megalami berbagai problem dalam kehidupan perkawinan mereka. Problem-problem perkawinan ini disebabkan oleh beberapa faktor:
1.      pasangan gagal mempertemukan dan menyesuaikan kebutuhan dan harapan satu sama lain.
2.      Salah satu pasangan mengalami kesulitan menerima perbedaan-perbedaan nyata dalam kebiasaan kebutuhan, pendapat, kerugian dan nilai. Problem yang saling mencolok ialah masalah keuangan dan anak-anak,
3.      Adanya perasaan cemburu dan perasaan memiliki yang berlebihan, membuat masing-masing merasa kurang mendapat kebebasan,
4.      Pembagian tugas dan wewenang yang tidak adil, kegagalan dalam berkomunikasi dan masing-masing pasangan tumbuh dan berkembang ke arah yang berbeda, tidak sejalan mencari minat dan tujuan sendiri-sendiri

2.      Perkembangan Generativitas
Generativitas (Generativity), adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk-produk, ide-ide dsb) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Transmisi nilai-nilai soaial ini diperlukan untuk memperkaya aspek psikoseksual dan aspek psikososial kepribadian. Apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan, maka kepribadian akan mundur, mengalami pemiskinan, dan stagnasi.
Bagi kebanyakan orang, usia antara 40-50 tahun merupakan masa paling produktif. Laki-laki dalam usia 40-an biasanya berada pada puncak karir mereka. Pada usia ini, perempuan mempunyai lebih sedikit tanggung jawab di rumah karena anak-anak telah besar dan dapat mencurahkan lebih banyak waktu untuk karir atau kegiatan sosial. Kelompok ini merupakan kelompok usia yang sesungguhnya mengatur masyarakat, baik dalam hal kekuasaan maupun tanggung jawab.
Generitivitas pada masa usia baya ini ialah suatu rasa kekhawatiran mengenai bimbingan dan persiapan bagi generasi yang akan datang. Jadi pada tahap ini, nilai pemeliharaan berkembang. Pemeliharaan terungkap dalam kepedulian seseorang pada orang-orang lain, dalam keinginan memberikan perhatian pada mereka yang membutuhkannya serta berbagi dan membagi pengetahuan serta pengalaman dengan mereka. Nilai pemeliharaan ini tercapai lewat kegiatan membesarkan anak dan mengajar, memberi contoh dan mengontrol.

3.      Perkembangan Integritas
Integritas (Integrity) merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. Kondisi ini dapat memperburuk perasaan bahwa kehidupan ini tidak berarti, bahwa ajal sudah dekat, dan ketakutan akan kematian. Seseorang yang dapat menangani masalah yang timbul pada tahap kehidupan sebelumnya, maka dia akan mendapatkan perasaan yang utuh atau integritas. Sebaliknya seorang yang berusia tua melakukan peninjauan kembali terhadap kehidupannya yang silam dengan penuh penyesalan, menilai kehidupannya sebagai rangkaian yang hilangnya kesempatan dan kegagalan, maka pada tahun-tahun akhir kehidupan ini merupakan tahun-tahun yang penuh dengan keputus asaan.
Pertemuan antara integritas dan keputusasaan yang terjadi pada tahap kehidupan yang terakhir ini menghasilkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang sederhana akan menjaga dan dan memberikan integritas pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada tahun-tahun yang silam. Mereka yang berada pada tahap kebijaksanaan dapat menyajikan kepada generasi-generasi yang lebih muda suatu gaya hidup yang bercirikan suatu perasaan tentang keutuhan dan keparipurnaan. Perasaan keutuhan ini dapat meniadakan perasaan putus asa dan muak, serta perasaan berakhir ketika situasi-situasi kehidupan kini berlalu. Persaan tentang keutuhan juga akan mengurangi perasaan tak berdaya dan ketergantungan yang biasa menandai akhir kehidupan.


2.5       Aspek Perkembangan Emosi
Dalam banyak hal, periode dewasa madya adalah waktu timbulnya tekanan emosional. Bernice Nengeartein (Callhoun dan Acocella, l990) mengatakan bahwa peroiode ini merupakan suatu masa ketika orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Meskipun bagi orang lain  ada kalanya periode ini justru merupakan  permulaan kemunduran, namun bagi Erik Erikson (Callhoun dan Acocella, l990)  dalam periode ini individu memiliki antara kearifan dan penyerapan pribadi. Kearifan yang dimaksud adalah kapasitas untuk mengembangkan perhatian terhadap orang lain atau masyarakat sekitar. Orang yang gagal mengembangkan kapasitas kearifan ini mungkin menjadi semakin terserap pada diri mereka sendiri seperti larut dalam kehidupan duniawi dan bendawi saja. Teori Erikson ini  berpijak pada kenyataan yang dia sinyalir bahwa dalam setiap tingkat kehidupan selalu dicirikan dengan pilihan-pilihan antara 2 pendekatan terhadap kehidupan, satu positif dan satunya negatif. Tampaknya tengah baya merupakan  salah satu waktu dalam hidup seseorang dimana banyak terjadi peristiwa besar yang memaksanya untuk mengadakan penataan kembali. Penataan kembali itu kiranya terjadi karena adanya beberapa perubahan besar dalam hal fisiologis, psikologis, seksual dan perubahan-perubahan sosial yang menyertai ketiga perubahan itu.
Ada beberapa bahaya personal bagi orang berusia madya dalam menyesuaikan diri dengan peran dan gaya hidup baru. Dari itu semua, ada tujuh macam yang dianggap umum dan serius.
1.      Diterimanya Kepercayaan Tradisional
Diterimanya kepercayaan tradisional tentang ciri-ciri usia madya mempunyai pengaruh yang sangat mendalam terhadap perubahan perilaku fisik yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Seseorang yang mengalami menopause misalnya, seiring disebut sebagai “masa krisis” (critical period), kepercayaan seperti ini dapat menambah rasa takut yang tidak menentu, seperti dikatakan oleh Parker.
2.      Idealisasi Anak Muda
Banyak orang usia madya khususnya kaum pria secara konstan menentang pengelompokan usia dalam pola perilaku umum. Seorang pria mungkin akan menolak untuk patuh mengikuti resep dokter tentang diet atau akan menolak untuk membatasi kegiatan walaupun dengan alasan kesehatan. Seperti anak yang menjelang usia akil baliq, mereka juga tidak mau dibatasi perilakunya. Begitu juga orang yang berusia madya, mereka juga tidak mau dibatasi perilaku dan perilakunya, tetapi masing-masing dari contoh tersebut mempunyai alasan yang berbeda. Sikap pemberontak seperti itu berasal dari pengenalan terhadap nilai bahwa masyarakat mengikat anak muda dan karena itu mereka menentang terhadap setiap bentuk pembatasan, ini berarti mereka sedang tumbuh menjadi lebih tua. Kondisi yang seperti ini menyebabkan mereka yang berusia madya menderita biasa atau lebih serius.
3.      Perubahan Peran
Merubah peran bukanlah masalah yang mudah, terutama setelah seseorang telah memainkan peran tertentu selama periode waktu yang relatif lama dan telah belajar memperoleh kepuasan dari peran tersebut. Lebih lanjut, dapat dikatakan bahwa terlalu berhasil dalam suatu peran nampaknya dapat mengakibatkan kekakuan sehingga proses penyesuaian terhadap peran lain akan menjadi sulit.

4.      Perubahan Keinginan Dan Minat
Bahaya besar dalam penyesuaian diri seseorang pada masa usia madya timbul karena ia mau tidak mau harus mengubah keinginan dan minatnya sesuai dengan tingkat ketahanan tubuh dan kemampuan fisik serta memburuknya tigkat kesehatan fisik. Mereka mau tidak mau harus mencoba untuk mencari dan mengembangkan keinginan baru sebagai pengganti keinginan lama yang biasa dilakukan, atau jauh hari sebelum masa madya tiba mereka telah mengembangkan keinginan baru tersebut yang cukup menarik sehingga dapat membebaskannya dari perasaan tertekan dan tidak enak karena kehilangan keinginan yang biasanya dilakukan. Apabila hal ini tidak dilakukan, mereka akan merasa bosan dan bingung karena mereka tidak tahu bagaimana cara memanfaatkan waktu yang begitu banyak. Seperti seorang dewasa yang menjadi bosan pada waktu mereka harus mencari berbagai kegiatan dan keinginan untuk mengisi waktu yang begitu banyak.
5.      Simbol Status
Pada umumnya wanita semakin tua semakin tertarik pada simbol status yang dapat membahayakan penyesuaian pribadi dan sosial, apabila keluarga tidak berusaha untuk mencapai atau memiliki simbol yang diinginkan. Dalam kasus seperti ini, ada tiga reaksi umum sebagai bagian dari wanita yang sangat membutuhkan simbol tersebut. Pertama, dia akan mengeluh dan mengomeli suaminya yang tidak dapat menyediakan cukup uang untuk memperoleh status tersebut. Kedua, dia akan bersikap boros dan menjerumuskan keluarganya dengan melakukan utang. Ketiga, dia bisa juga berbuat sesuatu dengan bekerja misalnya agar mempunyai cukup uang demi mencukupi kebutuhannya. Semua pola respon tersebut merupakan tanda betapa besar keinginan seseorang untuk memperoleh simbol status. Sikap seperti ini dapat menimbulakn percekcokan dengan keluarga, terutama perilaku yang ketiga tadi yang menjadikan banyak pria menjawab dan bersikap tidak menyenangkan. Karena ia sadar hal itu tidak mungkin ia peroleh. 
6.      Aspirasi Yang Tidak Realistis
Orang berusia madya yang mepunyai keinginan yang tidak realistis tentang apa yang ingin dicapai menghadapi masalah yang serius dalam proses penyesuaian diri dan sosial, apabila kelak ia menyadari bahwa ia tidak bisa mencapai tujuan tersebut. Sikap tidak realistis ini sering merupakan faktor bawaan sejak masa remaja. Bahaya ini merupakan efek langsung bagi pria, sedang bagi wanita merupakan efek tidak langsung apabila suaminya atau tidak mampu untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.


7.      Perubahan Kepribadian
Sehubungan dengan hilangnya keperkasaan menyebabkan sejumlah orang usia madya berperilaku hampir sama dengan orang berusia muda yang sedang menunjukkan kejantanannya. periode ini bisa menjadi periode yang berbahaya bagi pria-pria, dimana ia masih mempunyai istri namun terlibat juga dalam urusan cinta dengan perempuan lain.


KESIMPULAN
1.      Pada umumnya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun, masa tersebut pada akhirnya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental, penurunan kekuatan fisik dan diikuti oleh penurunan daya ingat.
2.      Perkembangan yang terjadi pada masa dewasa madya dari aspek fisik diantaranya, terjadinya perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemampuan indera, perubahan pada keberfungsian fisiologis, perubahan pada kesehatan dan perubahan pada seksual.
3.      Orang percaya bahwa proses kognitif-belajar, memori, dan intelegensi mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia. Uraian berikut akan mengetengahkan beberapa perubahan penting dalam proses kognitif yang terjadi pada masa dewasa dan usia tua: pemikiran perkembangan postformal, perkembangan memori dan perkembangan intelegensi.
4.      Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Penyesuaian sosial pada setiap tahap usia ditentukan oleh dua faktor. Pertama adalah sejauh mana seseorang dapat memainkan peran sosial secara tepat sesuai dengan apa yang diharapkannya. Kedua adalah sejauh mana seseorang memainkan salah satu peran penting dalam mengembangkan tugas seseorang selama usia madya untuk mencapai tanggung jawab sebagai warga Negara dan tanggung jawab sosial.
5.      Dalam banyak hal, periode dewasa madya adalah waktu timbulnya tekanan emosional. Bernice Nengeartein (Callhoun dan Acocella, l990) mengatakan bahwa peroiode ini merupakan suatu masa ketika orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.