Kamis, 29 September 2016

Makalah Materi PAI Kelas VII Semester I



MAKALAH
MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) I

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
KELAS VII SEMESTER I
KURIKULUM 2013 REVISI 2014
Dosen : Akhmad Ilman Nafia, S.Pd.I, M.Pd.I


 











Disusun Oleh :
Maskur Ari Wibowo (15610013)
Himamul Mutashowifin (156100)
Musirotun (15610017)






FAKULTAS AGAMA ISLAM
Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI
(UNDARIS)
TAHUN AKADEMIK 2016 / 2017
Kata Pengantar


Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang didalamnya berisi materi PAI kelas VII semester I.

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas matakuliah Materi Pendidikan Agama Islam I yang di ampu oleh dosen pengampu yaitu Akhmad Ilman Nafia, S.Pd.I, M.Pd.I.

Makalah ini tentunya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk membangun wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi penyusun dan kita semua.

Ungaran, 23 September 2016


Penyusun









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….
DAFTAR ISI ……………………………………………………………............
BAB I PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG ………………………………………….............
B.    RUMUSAN MASALAH …………………………………….................
C.    TUJUAN ………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
1.     Bab I Lebih Dekat dengan Allah Swt. yang Sangat Indah Nama-Nya…...
2.     Bab II Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan Istiqamah………
3.     Bab III Bagaimana Menjadikan Semua Bersih Hidup Jadi Nyaman…….
4.     Bab IV Indahnya Kebersaman dengan Berjamaah ………………............
5.     Bab V Selamat Datang Wahai Nabiku KeKasih Allah Swt ……………..
6.     Bab VI Dengan Ilmu Pengetahuan Semua Menjadi Lebih Mudah............
7.     Bab VII Ingin Meneladani Ketaatan Malaikat-Malaikat Allah Swt……...
BAB III PENUTUP
A.    KESIMPULAN………………………………………………….............
B.    SARAN …………………………………………………………….........
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..
LAMPIRAN …………………………………………………………………….
A.    PERBANDINGAN 4 MAZHAB TENTANG THAHARAH DAN SHALAT ………………………………………………………………...
B.    BERBAGAI PENDAPAT TENTANG HUKUM SHOLAT FARDHU BERJAMAAH DI MASJID ………………………………..
2
3

4
4
5

6
8
10
12
16
18
22

25
27
29
30

30

40







BAB I
PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang
Semata-mata (Innama) misi pengutusan Nabi adalah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak. Sejalan dengan itu, dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa Beliau diutus hanyalah untuk menebarkan kasih sayang kepada semesta alam. Dengan demikian, di dalam ayat al-Qur’an ini digunakan struktur gramatika yang menunjukkan sifat eksklusif misi pengutusan Nabi.
Dalam struktur ajaran Islam, pendidikan akhlak adalah yang terpenting. Penguatan akidah adalah dasar. Sementara, ibadah adalah sarana, sedangkan tujuan akhirnya adalah pengembangan akhlak mulia. Dengan kata lain, hanya akhlak mulia yang dipenuhi dengan sifat kasih sayang sajalah yang bisa menjadi bukti kekuatan akidah dan kebaikan ibadah. Sejalan dengan itu, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti diorientasikan pada pembentukan akhlak yang mulia, penuh kasih sayang, kepada segenap unsur alam semesta.
Hal tersebut selaras dengan Kurikulum 2013 yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi yang utuh antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Selain itu, peserta didik tidak hanya diharapkan bertambah pengetahuan dan wawasannya, tapi juga meningkat kecakapan dan keterampilannya serta semakin mulia karakter dan kepribadiannya atau yang berbudi pekerti luhur.

B.         Rumusan Masalah
1.     Lebih Dekat dengan Allah Swt. yang Sangat Indah Nama-Nya.
2.     Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan Istiqamah.
3.     Bagaimana Menjadikan Semua Bersih Hidup Jadi Nyaman.
4.     Indahnya Kebersaman dengan Berjamaah .
5.     Selamat Datang Wahai Nabiku KeKasih Allah Swt .
6.     Dengan Ilmu Pengetahuan Semua Menjadi Lebih Mudah.
7.     Ingin Meneladani Ketaatan Malaikat-Malaikat Allah Swt.


C.         Tujuan
1.     Menjelaskan Materi “Lebih Dekat dengan Allah Swt. yang Sangat Indah Nama-Nya”.
2.     Menjelaskan Materi “Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan Istiqamah”.
3.     Menjelaskan Materi “Bagaimana Menjadikan Semua Bersih Hidup Jadi Nyaman”.
4.     Menjelaskan Materi “Indahnya Kebersaman dengan Berjamaah “.
5.     Menjelaskan Materi “Selamat Datang Wahai Nabiku KeKasih Allah Swt “.
6.     Menjelaskan Materi ” Dengan Ilmu Pengetahuan Semua Menjadi Lebih Mudah”.
7.     Menjelaskan Materi “Ingin Meneladani Ketaatan Malaikat-Malaikat Allah Swt”.


















BAB II
PEMBAHASAN

Bab I
“Lebih Dekat dengan Allah Swt. yang Sangat Indah Nama-Nya”.

A.    Iman Kepada Allah Swt.
Apakah iman itu? Kata iman berasal dari bahasa Arab yang bermakna percaya. Makna iman dalam pengertian ini adalah percaya dengan sepenuh hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan sehari-hari.
Menjadi orang yang beriman bukan persoalan yang ringan atau mudah. Sebagai manusia yang memiliki pertanggungjawaban kepada Allah Swt., iman menjadi sangat penting. Allah Swt. sendiri yang memerintahkan kita untuk beriman, sebagaimana firman-Nya
”Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’±n) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.”(Q.S. an-Nisa’/4:136)

B.    Makna Asmaul Husna.
Al-Asmau-al-husna artinya nama-nama Allah Swt. yang baik. Allah Swt. mengenalkan dirinya dengan nama-nama-Nya yang baik, sesuai dengan firman-Nya:
 
“ Dan Allah memiliki al-Asmau-al-Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya de-ngan menyebutnya al-Asmau-al-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya.) Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. al-A’raf/7:180)
Rasulullah saw menjelaskan bahwa nama-nama Allah Swt. yang baik (al-Asmau-al-Husna) itu berjumlah 99. Barang siapa yang menghafalnya maka Allah Swt. akan memasukkan ke dalam surga-Nya.
Di antara al-Asmau al-Husna  tersebut adalah : al-‘Alim (Maha Mengetahui), al- Khabir (Mahateliti), as-Sami’(Maha Mendengar) dan, al-Bashir (Maha Melihat).

C.    Hikmah Beriman Kepada Allah Swt.
”(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.”(Q.S. ar-Ra’d/13: 28).
Diantara hikmah beriman kepada Allah adalah :
a.      Akan selalu ditolong oleh Allah Swt.
b.     Hati menjadi tenang dan tidak gelisah.
c.      Medatangkan keuntungan dunia akhirat.










Bab II
“Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan Istiqamah”.

A.    Mari Berperilaku Jujur.
Jujur adalah kesesuaian sikap antara perkataan dan perbuatan yang sebenarnya. Apa yang diucapkan memang itulah yang sesungguhnya dan apa yang diperbuat itulah yang sebenarnya.
Mengapa kita harus jujur?
Jujur itu penting. Berani jujur itu hebat. Sebagai makhluk sosial, kita memerlukan kehidupan yang harmonis, baik, dan seimbang. Agar tidak ada yang dirugikan, dizalimi dan dicurangi, kita harus jujur. Jadi, untuk kehidupan yang lebih baik kuncinya adalah kejujuran.
Kejujuran merupakan bagian dari akhlak yang diajarkan dalam Islam. Seharusnya sifat jujur juga menjadi identitas seorang muslim. Katakan bahwa yang benar itu adalah benar dan yang salah itu salah. Jangan dicampuradukkan antara yang hak dan yang batil. Allah Swt. berfirman:
“Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya”.(Q.S. al-Baqarah/2:42)

B.    Mari Berperilaku Amanah.
Amanah artinya terpercaya (dapat dipercaya). Amanah juga berarti pesan yang dititipkan dapat disampaikan kepada orang yang berhak. Amanah yang wajib ditunaikan oleh setiap orang adalah hak-hak Allah Swt., seperti shalat , zakat, puasa, berbuat baik kepada sesama, dan yang lainnya.
Amanah ada tiga macam, yaitu:
1.     Amanah terhadap Allah Swt.
2.     Amanah terhadap sesama manusia.
3.     Amanah terhadap sendiri.

Firman Allah Swt,
”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”.(Q.S. al-Anfal/8:27).
Amanah dapat diwujudkan melalui perbuatan, seperti menjaga titipan, rahasia, tidak menyalahgunakan jabatan, menunaikan kewajiban dengan baik, dan memelihara semua nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt.

C.    Mari Berperilaku Istiqomah.
Istiqamah berarti tegak, lurus, tekun, dan ulet. Istiqamah dapat diwujudkan melalui perbuatan:
1.     selalu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
2.     Melaksanakan shalat tepat waktu.
3.     Belajar secara terus menerus
4.     Selalu menaati peraturan yang ada di sekolah.
5.     Selalu menjalankan kewajiban.
Di antara hikmah perilaku istiqamah adalah sebagai berikut.
a.      Orang yang istiqamah akan dijauhkan oleh Allah Swt. dari rasa takut dan sedih sehingga dapat mengatasi rasa sedih yang menimpanya, tidak hanyut dibawa kesedihan dan tidak gentar dalam menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
b.     Orang yang istiqamah akan mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan di dunia karena ia tekun dan ulet.
c.      Orang yang istiqamah dan selalu sabar serta mendirikan shalat akan selalu dilindungi oleh Allah swt.





Bab III
Bagaimana Menjadikan Semua Bersih Hidup Jadi Nyaman”.

A.    Ingin Tahu Tentang Thaharah.
Tahukah kalian apa itu Taharah? Apakah kalian sudah terbiasa melakukan Thaharah? Thaharah artinya bersuci dari najis dan hadas. Najis adalah kotoran yg menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk beribadah kepada Allah Swt. sedangkan hadas adalah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak boleh shalat , tawaf, dan lain sebagainya.
*   Thaharah meliputi 2 hal yaitu:
a.      Thaharah dari najis.
b.     haharah dari hadas.
*   Ada tiga macam najis yaitu :
1.     Najis mukhaffafah (Ringan).
2.     Najis Mutawassithah (sedang).
3.     Najis mugaladhah(berat).
*   Hadas ada dua macam, yaitu :
1.     Hadas kecil.
2.     Hadas besar.

B.    Bagaimana Cara Thaharah?
Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci tata cara thaharah dari hadas.
1.     Mandi Wajib.
mandi wajib adalah mandi untuk menghilangkan hadas besar. Sering disebut juga mandi janabat/ junub.
2.     Wudhu.
Wudhu adalah cara bersuci untuk menghilangkan hadas kecil menggunakan air yang suci.
3.     Tayamum.
Tayammum adalah pengganti wu«u atau mandi wajib. Hal ini dilakukan sebagai rukh¡ah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (‘udzur).
C.    Hikmah Thaharah.
Thaharah/ bersuci memiliki keutamaan dan manfaat yang luar biasa. Keutamaan-keutamaan itu, antara lain:
1.     Orang yang hidup bersih akan terhindar dari segala macam penyakit karena kebanyakan sumber penyakit berasal dari kuman dan kotoran.
2.     Rasulullah saw. bersabda bahwa orang yang selalu menjaga wudhu akan bersinar wajahnya kelak saat dibangkitkan dari kubur.
3.     Dapat dijadikan sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt.
























Bab IV
Indahnya Kebersamaan dengan Berjamaah”.

A.    Ayo Shalat Berjamah.
Tahukah kamu apakah shalat berjamaah itu? shalat berjamaah adalah shalat yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dan salah seorang dari mereka menjadi imam, sedangkan yang lainnya menjadi makmum.
Nah, shalat lima waktu yang kita lakukan sangat diutamakan untuk dikerjakan secara berjamaah, bukan sendiri-sendiri (munfarid). Kalian perlu tahu bahwa hukum shalat wajib berjamaah adalah sunnah muakkadh, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Bahkan, sebagian ulama mengatakan hukum shalat berjamaah adalah fardhu kifayah.
Keutamaan shalat berjamaah bila dibandingkan ¡alat munfarid adalah dilipatkan 27 derajat. Hadis Rasulullah saw.:

“Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda, “shalat berjamaah lebih utama dibandingkan shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.”(H.R. Bukhari dan Muslim).

*   Syarat Sah shalat Berjamaah
Shalat berjamaah sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1.     Ada imam.
2.     Makmum berniat untuk mengikuti imam.
3.     Shalat dikerjakan dalam satu majelis.
4.     Shalat makmum sesuai dengan shalat-nya imam.

Kedudukan imam dalam shalat berjamaah sangat penting. Dia akan menjadi pemimpin seluruh jamaah shalat sehingga untuk menjadi imam ada syarat tersendiri.
*   Syarat menjadi imam :
1.     Mengetahui syarat dan rukun shalat, serta perkara yang membatalkan shalat.
2.     Fasih dalam membaca ayat-ayat al-Qur'an.
3.     Paling luas wawasan agamanya dibandingkan yang lain.
4.     Berakal sehat.
5.     Balligh.
6.     Berdiri pada posisi paling depan.
7.     Seorang laki-laki (perempuan juga boleh jadi imam kalau makmumnya perempuan semua).
8.     Tidak sedang bermakmum kepada orang lain.
*   Syarat-syarat menjadi makmum adalah seperti berikut :
1.     Makmum berniat mengikuti imam.
2.     Mengetahui gerakan shalat imam.
3.     Berada dalam satu tempat dengan imam.
4.     Posisinya di belakang imam.
5.     Hendaklah shalat makmum sesuai dengan shalat imam, misalnya imam shalat Asar makmum juga shalat Asar.
*   Makmum Masbµq
Makmum Masbuq adalah makmum yang tidak sempat membaca surat al-Fatihah bersama imam di rakaat pertama. Lawan katanya adalah makmum muwafiq, yakni makmum yang dapat mengikuti seluruh rangkaian shalat berjamaah bersama imam. Jika kalian dalam kondisi ketinggalan berjamaah seperti ini, perlu kecermatan dalam tata cara menghitung jumlah rakaat.
Shalat berjamaah dapat ditinggalkan, kemudian melakukan shalat sendirian (munfarid). Faktor yang menjadi halangan itu adalah :
1.     Hujan yang mengakibatkan susah menuju ke tempat shalat berjamaah.
2.     Angin kencang yang sangat membahayakan.
3.     Sakit yang mengakibatkan susah berjalan menuju ke tempat £alat berjamaah.
4.     Sangat ingin buang air besar atau buang air kecil.
5.     Karena baru makan makanan yang baunya sukar dihilangkan, seperti bawang, petai, dan jengkol.

B.    Tata Cara Shalat Berjamaah.
Berdasarkan ketentuan di atas, praktik shalat wajib berjamaah adalah sebagai berikut.
1.     Shalat berjamaah diawali dengan adzan dan iqamah, tetapi kalau tidak memungkinkan cukup dengan iqamah saja.
2.     Barisan shalat ( shaf) di belakang imam diisi oleh jamaah laki-laki, sementara jamaah perempuan berada di belakangnya.
3.     Di dalam melaksanakan shalat berjamaah seorang imam membaca bacaan shalat ada yang nyaring (jahr) dan ada yang dilirihkan (sir). Bacaan yang dinyaringkan adalah Bacaan takbiratul ikhram, takbir intiqal, tasmi’, dan salam;Bacaan al-Fatihah dan ayat-ayat al-Qur'an pada dua rakaat pertama shalat Magrib, Isya, dan Subuh. Begitu juga dengan shalat Jumat, gerhana, istisqa, ’idain (dua hari raya), Tarawih dan Witir; Bacaan amin bagi imam dan makmum setelah imam selesai membaca al-Fatihah yang dinyaringkan.
4.     Makmum harus mengikuti gerakan imam dan tidak boleh mendahului gerakan imam.
5.     Setelah salam, imam membaca dzikir dan doa bersama-sama dengan makmum atau membacanya sendiri-sendiri.

C.    Pembiasaan Shalat Berjamaah.
Perbandingan pahala antara shalat sendirian dan dengan shalat berjamaah, yaitu satu berbanding 27 derajat. Hal ini karena shalat berjamaah memiliki keutamaan, yaitu:
1.      Menjalin silaturahmi antarsesama.
2.      Mengajarkan hidup disiplin, saling mencintai, dan menghargai.
3.      Menjaga persatuan, kesatuan, dan kebersamaan.
4.      Menahan dari kemauan sendiri (egois).
5.      Mengajarkan kepatuhan seorang muslim kepada pimpinannya.
Sikap kecintaan kepada shalat berjamaah dapat diwujudkan melalui perilaku sebagai berikut.
a.      Ketika masuk waktu shalat segera menuju ke masjid dan mengumandangkan atau mendengarkan adzan.
b.      Ketika mendengar adzan segera menuju masjid.
c.      Mengajak teman-temannya untuk shalat berjamaah.
d.      Suka menjalin tali silaturahmi antara sesama di masjid.
e.      Senang mendatangi majelis taklim untuk menuntut ilmu agama.
f.       Tidak suka membeda-bedakan status sosial seseorang, karena kedudukannya sama di hadapan Allah Swt.
g.      Taat kepada pimpinan selama tidak melakukan kesalahan. Apabila pimpinan salah kita wajib mengingatkan ke jalan yang benar, temasuk di dalam taat kepada kedua orang tua dan guru.
h.     Menjaga persatuan dan kesatuan.


















Bab V
Selamat Datang Wahai Nabiku KeKasih Allah Swt”.

A.    Kehadiran Sang Kekasih
Nabi Muhammad saw lahir pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal bertepatan dengan tanggal 20 April 571 Masehi. Tahun kelahiran Nabi Muhammad saw. disebut Tahun Gajah.
Nabi Muhammad saw lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib wafat saat Nabi Muhammad saw masih berusia 6 bulan di dalam kandungan ibunya, Siti Aminah. Saat bayi, Nabi Muhammad saw diasuh oleh Halimah Sa‘diyah dari Bani Saad, Kabilah Hawazin. Di perkampungan bani Saad inilah Nabi diasuh dan dibesarkan sampai usia 5 tahun. Sifat-sifat Nabi Muhammad saw antara lain tidak mudah putus asa, semangat kerja yang tinggi, selalu jujur, amanah, tabah, optimis, dan percaya diri.

B.    Nabi Muhammad SAW Diangkat Menjadi Rasul.
Nabi Muhammad saw. merasakan keresahan atas perilaku yang dialami oleh masyarakat Arab yang sudah jauh dari nilai-nilai kebenaran. Kemudian, Nabi Muhammad saw. melakukan uzlah (mengasingkan diri) di Gua Hira. Hal ini dilakukan oleh beliau berkali-kali. Maka tepat pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-40 dari kelahirannya, Nabi didatangi Jibril dan menerima wahyu pertama Q.S. al-Alaq/96: 1-5. Wahyu  pertama  inilah  yang menandakan bahwa Nabi Muhammad saw. dipilih dan diangkat Allah Swt. untuk menjadi utusan-Nya atau Rasul.

C.    Dakwah Nabi Muhammad SAW Di Mekah.
Dakwah Nabi secara sembunyi-sembunyi dimulai setelah turun wahyu kedua, Q.S. al-Muddatsir/74: 1-7, masih sebatas keluarga dekat. Dakwah Nabi secara terang-terangan dimulai setelah turun wahyu Q.S. al-Hijr/15: 94-95. Dalam berdakwah beliau mendapatkan berbagai rintangan, baik dari keluarga maupun kaum Quraisy dan pihak luar. Namun, semua dihadapi oleh Nabi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. As-Sabiqµn al-Awwalun adalah orang-orang yang pertama kali memeluk Islam. Mereka adalah Siti Khadijah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Harisah, dan Ummu Aiman.
Cara meneladani perjuangan Nabi Muhammad saw. di Mekah :
1.     tugas dan tanggung jawab tidak bisa dipikul seorang diri, tetapi harus ada kebersamaan dan persatuan dari berbagai kalangan masyarakat.
2.     Dalam bergaul harus bisa memilih teman yang dapat mengajak kepada hal-hal yang positif dan baik.
3.     Dalam mengajak teman untuk berbuat baik tidak boleh dengan cara-cara kekerasan,tetapi perlu dengan keteladanan, sabar, lemah lembut dan kasih sayang.






















Bab VI
Dengan Ilmu Pengetahuan Semua Menjadi Lebih Mudah”.

A.    Mari Membaca Al-Qur’an.
1.     Membaca Q.S Ar-Rahnan/55:33.
2.     Membaca Q.S Al Mujadalah/59:11.
3.     Menerapkan Hukum Bacaan Mad.
Supaya kalian dapat membaca ayat-ayat di atas dengan tartil, maka perlu memahami ilmu tajwid. Perhatikan ketentuan hukum bacaan mad berikut ini. Mad artinya bacaan panjang, yaitu membaca panjang pada huruf-huruf yang memiliki kriteria mad. Ada dua macam mad, yaitu :
a.      Mad thabi‘i atau mad asli.
artinya bacaan panjang dua harakat atau dua ketukan. Bacaan mad yang dimaksud di sini adalah cara membaca huruf dengan memanjang karena ada hukum mad.
b.     Mad far‘i atau cabang-cabang mad.
yakni cabang dari mad thabi‘iatau mad asli. Sebelum kalian membahas mad Far’i, alangkah baiknya kalau kalian memahami secara tuntas tentang mad thabi‘i. Karena mad Far’i sangat terkait dengan mad thabi‘i atau mad asli. Mad Far’i jumlahnya ada 14, yaitu:
1.     Mad wajib muttasil, yaitu apabila ada bacaan mad yang berhadapan dengan huruf hamzah dalam satu kalimat. Panjang bacaan mad Wajib Muttasil adalah 5 harokat atau 5 ketukan.
2.     Mad Jaiz Munfasil, yaitu apabila ada bacaan mad yang berhadapan dengan huruf hamzah atau alif bukan pada satu kalimat. Panjang bacaan mad Jaiz Munfasil adalah 2 sampai 5harokat atau 2 sampai 5 ketukan.
3.     Mad ‘Aridlisukun, yaitu apabila ada bacaan mad yang berada pada akhir kalimat atau kalimat yang diwaqafkan. Apabila tidak diwaqafkan, maka bukan termasuk mad ‘Aridlisukµn. Panjang bacaan mad ‘Aridlisukµn antara 2 sampai 6 harakat.
4.     Mad ‘Iwad, yaitu apabila ada bacaan mad yang akhir kalimatnya bertanda baca fathahtain dan dihentikan (diwaqafkan). Panjang bacaan mad ‘Iwad adalah 2 sampai harokat atau 2 ketukan.
5.     Mad Badal.
6.     Mad Lazim musaqqol qilmi.
7.     Mad lazim mukhaffafah qilmi.
8.     Mad lazim harfi musyba’.
9.     Mad lazim mukhaffafah harfi.
10.  Mad layyin.
11.  Mad silah tawilah.
12.  Mad Silah Qasirah.
13.  Mad Farq.
14.  Mad Tamqin.
4.     Mengartikan Q.S Ar-Rahman/55:33.
“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah)”. (Q.S. ar-Rahman/55: 33)
5.     Mengartikan Q.s Al-Mujadalah/58:11.
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadalah/58: 11)
B.    Mari Memahami Al-Qur’an.
1.     Kandungan Q.S. al-Rahman/55:33 meliputi:
a.      Manusia dan jin tidak akan mampu menembus penjuru langit dan bumi untuk mengetahui isinya kecuali atas kekuatan dari Allah Swt.
b.     Kekuatan dari Allah Swt. itu berupa akal yang harus dikembangkan dengan cara belajar.
c.      Belajar itu wajib agar kita dapat menguasai dunia untuk kebaikan umat.
2.     Kandungan Q.S. al-Mujadalah/58:11 meliputi:
a.      Perintah untuk menuntut ilmu setinggi mungkin.
b.     Perintah untuk selalu beriman kepada Allah Swt.
c.      Perintah untuk memuliakan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.

C.    Perilaku Orang Yang Cinta Ilmu Pengetahuan.
Sikap dan perilaku terpuji yang dapat diterapkan sebagai penghayatan dan pengamalan Q.S. ar-Rahman/55:33 dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut.
1.     Senang membaca buku-buku pengetahuan sebagai bukti cinta ilmu pengetahuan.
2.     Selalu ingin mencari tahu tentang alam semesta, baik di langit maupun di bumi, dengan terus menelaahnya.
3.     Meyakini bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah Swt. untuk manusia. Oleh karena itu, manusia harus merasa haus untuk terus menggali ilmu pengetahuan.
4.     Rendah hati atas kesuksesan yang diraihya dan tidak merasa rendah diri dan malu terhadap kegagalan yang dialaminya.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai penghayatan dan pengamalan Q.S. al-Mujadalah/58:11 dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut.
1.     Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan berusaha untuk mendapatkan pengetahuan tersebut.
2.     Bersikap sopan saat belajar dan selalu menghargai dan menghormati guru.
3.     Senang mendatangi guru untuk meminta penjelasan tentang ilmu pengetahuan.
4.     Selalu menyeimbangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan keyakinan terhadap kekuasaan Allah Swt






















Bab VII
Ingin Meneladani Ketaatan Malaikat-Malaikat Allah Swt”.

A.    Siapakah Malaikat Itu?
Sama halnya dengan manusia malaikat juga termasuk makhluk Allah Swt. Mahasuci Allah yang telah menciptakan makhluk dengan berbagai macam bentuk dan keadaan. Meskipun tidak pernah berjumpa dengan malaikat, kita harus percaya akan keberadaannya. Allah Swt. menjelaskan dalam Q.S. al-Anbiya/21:19 berikut ini.
“Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan (Malaikat-malaikat) yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih.”(Q.S. al-Anbiya/21:19)

Iman kepada malaikat termasuk rukun iman yang kedua. Malaikat diciptakan dari nur Ilahi (cahaya Allah). Malaikat diciptakan oleh Allah Swt. sebagai utusan-Nya untuk mengurusi berbagai urusan.
Sifat-sifat dan perilaku malaikat antara lain:
1.     Selalu patuh kepada Allah Swt. dan tidak pernah berbuat maksiat kepada-Nya.
2.     Malaikat dapat berubah wujud sesuai kehendak Allah. Kadang-kadang Jibril datang kepada Nabi Muhammad saw. menyamar seperti sahabat yang bernama Dihyah al-Kalbi, terkadang seperti sahabat dari Arab Badui.
3.     Malaikat tidak makan dan tidak minum.
4.     Malaikat tidak memiliki jenis kelamin.
5.     Malaikat tidak pernah letih dan tidak pula berhenti beribadah kepada Allah Swt.
6.     Malaikat senang mencari dan mengelilingi majelis dzikir.
7.     Malaikat berdoa bagi hamba yang duduk menunggu shalat berjamaah.
No.
Malaikat
Jin
Manusia
1.
Diciptakan dari nur atau cahaya
Diciptakan dari api
Diciptakan dari tanah
2.
Makhluk gaib Selalu patuh dan taat
Makhluk gaib Ada yang patuh dan ada
Makhluk yang terlihat mata (kasat mata) Ada yang patuh dan ada
3.
kepada perintah Allah swt.
yang durhaka kepada Allah swt.
yang durhaka kepada Allah swt.
4.
Tidak makan dan tidak minum
Makan dan minum
Makan dan minum
5.
Pikirannya jernih dan lurus
Pikirannya berubah-ubah
Pikirannya berubah-ubah
6.
Tidak mempunyai nafsu
Mempunyai nafsu
Mempunyai nafsu

B.    Nama Dan Tugas Malaikat.
Al-Qur’an tidak menyebutkan berapa jumlah malaikat secara pasti. Namun, ada penjelasan melalui hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik bahwa pada saat Nabi Muhammad saw. isra’ mi’raj dan bertemu dengan Ibrahim a.s. yang sedang bersandar di Baitul Ma’mur, di sana terdapat 70.000 malaikat.
Dari penjelasan riwayat hadis tersebut menandakan bahwa jumlah malaikat sangat banyak. Namun pada bagian ini hanya akan dijelaskan malaikat-malaikat yang namanya tercatat di dalam al-Qur’an maupun hadis. Nama-nama itu adalah sebagai berikut.
1.     Jibril, Malaikat Jibril tugasnya menyampaikan wahyu kepada nabi dan rasul. Nama lain malaikat Jibril adalah Rµh al-Quds, ar-Ruh al-Amin, dan Namus.
2.     Mikail, Malaikat Mikail bertugas mengatur kesejahteraan makhluk, seperti mengatur awan, menurunkan hujan, melepaskan angin, dan membagi-bagikan rezeki.
3.     Israfil, Malaikat Israfil bertugas meniupkan terompet (sangkakala), saat dimulainya kiamat hingga saat hari berbangkit di Padang Mahsyar.
4.     Izrail, Malaikat Izrail bertugas mencabut nyawa seluruh makhluk hidup, baik manusia, jin, iblis, setan, dan malaikat apabila telah tiba waktunya.
5.     Munkar, Malaikat Munkar bertugas menanyai orang yang sudah meninggal dan berada di alam kubur.
6.     Nakir, Malaikat Nakir bertugas menanyai orang yang sudah meninggal dan berada di alam kubur.
7.     Raqib, Malaikat Raqib bertugas mencatat semua pekerjaan baik setiap manusia sejak aqil balig sampai akhir hayat.
8.     Atid, Malaikat Atid bertugas mencatat semua pekerjaan buruk setiap manusia sejak aqil balig sampai akhir hayat.
9.     Ridwan, Malaikat Ridwan bertugas menjaga dan mengatur kesejahteraan penghuni surga.
10.  Malik, Malaikat Malik disebut juga malaikat zabaniyyah bertugas menjaga dan mengatur siksa (azab) bagi para penghuni neraka.

C.    Perilaku Beriman Kepada Malaikat Allah SWT.

Obyek Iman
Contoh Perilaku
Iman kepada Malaikat Jibril
Selalu berusaha mencari dan memohon hidayah kepada Allah. Bersyukur dengan cara banyak berbagi ilmu.
Iman kepada Malaikat Mikail
Berusaha secara maksimal untuk mencari rezeki yang baik dan halal.
Iman kepada Malaikat Israfil
Selalu memohon kepada Allah Swt. agar diselamatkan dalam menghadapai musibah dan huru hara dunia, maupun saat terjadinya hari kiamat.
Iman kepada Malaikat Izrail
Berusaha mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian. Selalu berdoa agar terhindar dari siksaan sakaratul maut (ketika ajal menjemput kita).
Iman kepada Malaikat Munkar & Nakir
Selalu memohon kepada Allah Swt. agar dilapangkan di alam kubur dan diringankan dari siksa kubur.
Iman kepada Malaikat Raqib
Selalu memiliki niat baik, dalam segala perbuatan, baik ucapan maupun perbuatan.
Iman kepada Malaikat Atid
Menjauhi niat buruk, perkataan yang kotor, perbuatan yang jelek dan menjauhi perilaku tercela.
Iman kepada Malaikat Ridwan
Selalu memohon kepada Allah Swt. agar masuk surga dengan aman. Menciptakan kedamaian dan ketentraman di dunia ini.
Iman kepada Malaikat Malik
Selalu memohon kepada Allah Swt.agar terhindar dari siksaan api neraka.

























BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.     Iman kepada Allah Swt. adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Dia itu ada, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan sehari-hari. Al-Asmau-al-husna adalah nama-nama Allah Swt. yang baik.
2.     Hikmah beriman kepada Allah Swt. adalah: akan selalu ditolong oleh Allah Swt. hati menjadi tenang dan tidak gelisah, dan medatangkan keuntungan dunia akhirat.
3.     Jujur adalah kesesuaian sikap antara perkataan dan perbuatan yang sebenarnya.
4.     Hikmah atau manfaat perilaku jujur adalah akan dipercaya orang lain dan mendapatkan banyak teman, Hidupnya tenteram karena tidak memiliki kesalahan dengan orang lain.
5.     Amanah artinya terpercaya (dapat dipercaya).
6.     Amanah ada tiga macam, yaitu: amanah terhadap Allah Swt. Amanah terhadap sesama manusia, dan amanah terhadap sendiri.
7.     Amanah dapat diwujudkan melalui perbuatan, seperti menjaga titipan, rahasia, tidak menyalahgunakan jabatan, menunaikan kewajiban dengan baik, dan memelihara semua nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt.
8.     Istiqamah berarti tegak, lurus, tekun, dan ulet. Istiqamah dapat diwujudkan melalui perbuatan:selalu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, melaksanakan shalat tepat waktu, belajar secara terus menerus, selalu menaati peraturan yang ada di sekolah, dan selalu menjalankan kewajiban.
9.     Thaharah artinya bersuci, baik dari najis maupun dari hadas. Macam-macam thaharah seperti wudhu, tayamum, mandi wajib, dan istinja’.
10.  Shalat berjamaah adalah shalat yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dan salah seorang menjadi imam sedang yang lain-nya menjadi makmum.
11.  Hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Sebagian ulama menyatakan hukum shalat berjamaah fardhu kifayah.
12.  Nabi Muhammad saw. lahir hari Senin, 12 Rabiul Awwal atau bertepatan dengan 20 April 571 Masehi. Tahun kelahiran Nabi Muhammad saw. disebut Tahun Gajah.
13.  Sifat-sifat Nabi Muhammad saw., antara lain tidak mudah putus asa, semangat kerja yang tinggi, selalu jujur, amanah, tabah, optimis, dan percaya diri. Nabi Muhammad saw. diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun dengan menerima wahyu pertama Q.S. al-Alaq/96:1-5 melalui perantara Malaikat Jibril di Gua Hira.
14.  Kandungan Q.S. al-Rahman/55:33 meliputi: manusia dan jin tidak akan mampu menembus penjuru langit dan bumi untuk mengetahui isinya kecuali atas kekuatan dari Allah Swt, kekuatan dari Allah Swt. itu berupa akal yang harus dikembangkan dengan cara belajar, belajar itu wajib agar kita dapat menguasai dunia untuk kebaikan umat.
15.  Kandungan Q.S. al-Mujadalah/58:11 meliputi: perintah untuk menuntut ilmu setinggi mungkin, perintah untuk selalu beriman kepada Allah Swt, perintah untuk memuliakan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
16.  Iman kepada malaikat adalah percaya dan yakin bahwa Allah Swt. menciptakan malaikat dari cahaya (nur) untuk mengatur dan mengurus alam semesta.
17.  Sifat-sifat malaikat, antara lain: hamba Allah Swt. yang mulia, dapat menyamar sesuai kehendak Allah, tidak makan dan tidak minum, tidak memiliki jenis kelamin, tidak pernah letih dan tidak pula berhenti beribadah kepada Allah, tidak mau masuk ke rumah-rumah yang ada anjing dan patung-patung, senang mencari dan mengelilingi majelis zikir, selalu berdoa bagi hamba yang duduk menunggu shalat berjamaah.
18.  Nama-nama malaikat yang kita kenali adalah Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Munkar dan Nakir, Raqib, Atid, Malik, dan Ridwan.

B.    SARAN
1.     Pembelajaran yang aktif diharapkan dapat mengembangkan kompetensi yang utuh antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Selain itu, peserta didik tidak hanya diharapkan bertambah pengetahuan dan wawasannya, tapi juga meningkat kecakapan dan keterampilannya serta semakin mulia karakter dan kepribadiannya atau yang berbudi pekerti luhur. dibagi ke dalam beberapa kegiatan keagamaan yang harus dilakukan peserta didik dalam usaha memahami pengetahuan agamanya dan mengaktualisasikannya dalam tindakan nyata dan sikap keseharian yang sesuai dengan tuntunan agamanya, baik dalam bentuk ibadah ritual maupun ibadah sosial.
2.     Peran guru sangat penting untuk meningkatkan dan menyesuaikan daya serap peserta didik dengan ketersediaan kegiatan yang ada pada buku ini. Guru dapat memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang bersumber dari lingkungan alam, sosial, dan budaya sekitar.
















DAFTAR PUSTAKA

-        Indonesia. Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan. 2014. Buku Pegangan Siswa Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Edisi Revisi 2014. Jakarta: Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan.

























LAMPIRAN

PERBANDINGAN 4 MAZHAB

A.    PERBANDINGAN 4 MAZHAB TENTANG THAHARAH DAN SHALAT
BAB THAHARAH

Tentang air banyak
Hanafi
Air banyak adalah jika air digerakkan di satu bagian, maka bagian yang lain tidak ikut bergerak.
Maliki
Air banyak dan sedikit sama saja. Yang penting jika air itu berubah salah satu dari sifat-sifatnya, maka air itu menjadi najis: jika tidak, ia tetap suci.
Syafi’i
Air banyak itu adalah dua kullah.
Hambali
Air banyak itu adalah dua kullah.

Air mengalir dan air tenang
Hanafi
Setiap air yang mengalir, sedikit atau banyak berhubungan dengan benda atau tidak, tidaklah menjadi najis hanya dengan bersentuhan dengan najis.
Maliki
Air sedikit tidak menjadi najis dengan hanya bersentuhan dengan najis, dan tidak ada beda antara air yang mengalir dan air yang tenang.
Syafi’i
Tidak membedakan antara air yang mengalir atau yang tenang yang memancar atau tidak, tetapi ditetapkan bedasarkan banyak dan sedikitnya air.
Hambali
Air yang tenang, bila kurang dari dua kullah menjadi najis walaupun hanya bersentuhan dengan najis, baik memancar ataupun tidak. Sedangkan air yang mengalir tidak menjadi najis jika bercampur dengan najis.

Air menyucikan najis
Syaf’i
Jika air  yang banyak mengalami perubahan karena terkena najis,maka air itu dapat disucikan dengan hanya menghilangkan perubahan yang terjadi.
Hambali
Jika air yang banyak  mengalami perubahan karena terkena najis ,maka air itu dapat disucikan dengan hanya menghilangkan perubahan yang terjadi.
Maliki
Menyucikan air yang terkena najis itu dapat dengan cara mengguyurkan air muthlaq diatasnya hingga hilang sifat najis itu.
Hanafi
Air yang najis itu menjadi bersih dengan cara mengalirkannya .

Sisa air dalam bejana
Syafi’i
Sisa air anjing dan babi hukumnya najis. Sisa air dari bagal dan keledai itu suci tetapi tidak menyucikan.
Hanafi
Sisa air  anjing dan babi hukumnya najis. Sisa air dari bagal dan keledai suci tetapi tidak menyucikan.
Hambali
Sisa air anjing dan babi hukumnya najis. Sisa air dari bagal dan keledai suci tetapi tidak menyucikan.
Maliki
Sisa air yang diminum anjing dan babi, suci dan menyucikan serta dapat diminum .

Hal-hal yang mewajibkan wudhu’ dan yang membatalkannya.
  Mani
Syafi’i
Mani tidak membatalkan wudhu
Hanafi
Membatalkan
Hambali
Membatalkan
Maliki
Membatalkan
  Menyentuh
Syafi’I
Menyentuh wanita bukan muhrim membatalkan wudhu secara mutlaq
Hambali
Membatalkan wudhu secara mutlaq
Hanafi
Tidak batal kecuali menimbulkan syahwat
Maliki
Batal jika disentuh dengan telapak tangan
  Muntah
Syafi’i
Tidak membatalkan wudhu
Hambali
Membatalkan wudhu secara mutlaq
Hanafi
Membatalkan wudhu jika sampai memenuhi mulut
Maliki
Tidak membatalkan wudhu
  Tertawa
Syafi’I
Membatalkan wudhu
Hambali
Membatalkan wudhu
Hanafi
Tidak
Maliki
Membatalkan wudhu

Tujuan atau fungsi wudhu
Orang yang berhadas kecil dilarang melakukan beberapa hal sebagai berikut:
  Menyentuh mushaf
Syafi’I
Tidak boleh menyentuh mushaf  walaupun terpisah dari kulitnya
Hambali
Boleh menulisnya, membawanya kalau dengan hijab
Hanafi
Tidak boleh menyentuh dan menulisnya walau dengan bahasa asing tapi boleh membacanya walau tanpa memakai al-qur’an
Maliki
Tidak boleh menulis menyentuh tapi boleh melafalkan

Hal-hal yang diperselisihkan tentang fardhu wudlu
Hanafi
Tidak ada fardhu wudhu kecuali empat hal yang telah disebutkan dalam al Qur’an.
Maliki
Menambah niat, muwalah, dan tadlik.
Syafi’i
Menambah niat dan tertib.
Hambali
Menambah niat, tertib, dan muwalah.

  Mengusap kepala

Hanafi
Wajib mengusap seperempat kepala, tetapi cukup dengan memasukkan kepala ke dalam air atau menuangkan air di atas kepalanya.
Maliki
Wajib mengusap semua kepala tanpa telinga.
Syafi’i
Wajib mengusap sebagian kepala, walaupun sedikit. Tetapi cukup membasahi atau menyiram sebagai pengganti dari mengusap.
Hambali
Wajib mengusap semua kepala dan telinga.

  Menyentuh wanita
Hanafi
Tidak membatalkan wudlu.
Maliki
Jika menimbulkan syahwat dapat membatalkan wudlu.
Syafi’i
Membatalkan wudlu.
Hambali
Jika menimbulkan syahwat dapat membatalkan wudlu.

Bahan tayammum
Hanafi
Seluruh yang ada di permukaan bumi kecuali barang-barang tambang.
Maliki
Seluruh yang ada di muka bumi, meliputi tanah, debu, pasir, es, batu, dan barang tambang, kalau barang tambang tersebut belum dipindahkan dipindahkan dari tempatnya kecuali emas dan perak.
Syafi’i
Tanah dan pasir
Hambali
Tanah saja



Perbedaan dalam hal muwalat (berturut-turut) dalam tayammum.
Hanafi
Tidak diwajibkan muwalat dan tidak diwajibkan pula tertib.
Maliki
Wajib berturut-turut antara bagian anggota tayammum.
Syafi’i
Hanya wajib tertib saja tidak berturut-turut.
Hambali
Wajib muwalat kalau tayammum untuk menghilangkan hadas kecil. Kalau untuk menghilangkan hadas besar tidak wajib.

BAB SHALAT

  Jumlah raka’at dalam shalat rawatib
Hanafi
Membagi menjadi 2 kelompok, yaitu masnunah dan mandubah. Masnunah ada 14 raka’at dan mandubah ada 18 raka’at.
Maliki
Tidak ada batas tertentu, tapi paling utama adalah empat raka’at sebelum Dhuhur dan enam raka’at setelah Maghrib.
Syafi’i
Sebelas raka’at
Hambali
Sepuluh raka’at

  Takbiratul Ihram
Hanafi
Boleh diganti dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya.
Maliki
Tidak boleh diganti dengan kata-kata yang lainnya.
Syafi’i
Boleh diganti dengan kata “Allahu al Akbar”.
Hambali
Tidak boleh diganti dengan kata-kata yang lainnya.

  Bacaan
Hanafi
Membaca al Fatihah tidak diharuskan dalam shalat. Dan boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk dalam surat. Dan tidak disunnahkan membacanya baik keras atau pelan.
Membaca bacaan apa saja dalam al Qur’an itu boleh dan diwajibkan pada dua raka’at pertama saja.
Dalam shalat tidak ada qunut kecuali shalat witir. Seseorang yang shalat sendiri, boleh mengeraskan bacaannya atau membacanya dengan pelan. Bagi laki-laki lebih utama menaruh tangan kanan di atas tangan kiri dan meletakkannya di atas pusar, sedangkan perempuan di atas dada.
Maliki
Membaca al fatihah adalah wajib, baik itu pada dua raka’at pertama atau terakhir. Baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah. Disunnahkan meninggalkan bacaan basmalah dan disunnahkan membaca surat al Qur;an setelah al Fatihah pada dua raka’at pertama. Disunnahkan menyaringkan bacaan pada waktu shalat Shubuh, dua raka’at pertama Maghrib dan Isya’.
Boleh menyilangkan tangan tapi disunnahkan meluruskannya terlebih waktu shalat fardhu.
Syafi’i
Membaca al fatihah adalah wajib, baik itu pada dua raka’at pertama atau terakhir. Baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah. Membaca basmalah wajib karena merupakan bagian dari surat. Disunnahkan menyaringkan bacaan pada waktu shalat Shubuh, dua raka’at pertama Maghrib dan Isya’. Disunnahkan membaca qunut ketika shalat Shubuh. Menyilangkan tangan bagi laki-laki dan perempuan hanya disunnahkan, tapi lebih utama menaruh telapak tangan kanan di atas telapak tangan kiri di bawah dada dan di atas pusar agak ke kiri.
Hambali
Membaca al fatihah adalah wajib, baik itu pada dua raka’at pertama atau terakhir. Baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah. Membaca basmalah wajib karena merupakan bagian dari surat, tetapi membacanya secara pelan-pelan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pada waktu shalat Shubuh, dua raka’at pertama Maghrib dan Isya’. Qunut hanya waktu shalat witir tidak pada shalat yang lainnya. Menyilangkan tangan bagi laki-laki dan perempuan hanya disunnahkan, tapi lebih utama menaruh telapak tangan kanan di atas telapak tangan kiri di bawah dada dan di atas pusar.

Kalimat Tahiyat
Hanafi
التحيّات لله  والصّلوات والطّÙŠّبات
 ÙˆØ§Ù„سّلاام عليك أيّها النّبيّ ورحمة الله وبركاته
السلام علينا Ùˆ على عباد الله  الصّالحين
أشهد  أن لآ إله  إلاّ الله Ùˆ أشهد أنّ محمّدا عبده Ùˆ رسوله
Maliki
التّحيّات الزّاكيّات لله الطّÙŠّبات الصّلوات لله
الّسلام عليك أيّها النّبيّ Ùˆ رحمة الله Ùˆ بركاته
السّلام علينا وعلى عباد الله الصّالحين
أشهد أن لا إله إلاّ الله وحده لا شريك له Ùˆ أشهد أنّ محمّدا عبده Ùˆ رسوله
Syafi’i
التحيّات المبركات الصّلوات الطيّبات لله
السّلام عليك أيّها النّبيّ ورحمة الله وبركاته
            السّلام علينا وعلى عباد الله الصّالحين
أشهد أن لا إله إلاّ الله Ùˆ أشهد  أنّ  سيّدنا محمّدا  رسول  الله
Hambali
التحيّات لله  والصّلوات والطّÙŠّبات
 Ø§Ù„سّلام عليك أيّها النّبيّ ورحمة الله وبركاته
            السّلام علينا وعلى عباد الله الصّالحين
أشهد أن لا إله إلاّ الله وحده لا شريك له Ùˆ أشهد أنّ محمّدا عبده Ùˆ رسوله
اللهمّ صلّ على محمّد

Sujud Sahwi
Hanafi
Dua kali sujud, membaca tasyahhud dan member salam, kemudian membaca shalawat atas Nabi Saw. lalu membaca do’a.
Letaknya sesudah salam dengan syarat waktunya masih luas.
Maliki
Jumlahnya dua sujud, yang diakhiri dengan membaca tasyahhud tanpa shalawat dan do’a.
Jika karena kekurangan saja atau kekurangan dan kelebihan bersamaan, maka letaknya sebelum salam. Jika kelebihan saja, maka letaknya sesudah salam.
Syafi’i
Letaknya setelah tasyahhud dan shalawat dan sebelum salam.
Adapun sifatnya sama dengan madzhab sebelumnya.
Hambali
Dua kali sujud yang boleh dilakukan ketika sebelum atau sesudah salam yang diakhiri dengan tasyahhud dan salam

Jumlah minimum jama’ah dalam shalat Jum’at
Hanafi
Lima orang
Maliki
Dua belas orang selain imam.
Syafi’i
Empat puluh orang.
Hambali
Empat puluh orang.

Hukum Shalat ‘Idain
Hanafi
Fardhu ‘ain dengan syarat-syarat yang ada pada shalat Jum’at.
Maliki
Sunnah muakkadah.
Syafi’i
Sunnah muakkadah.
Hambali
Fardhu kifayah.

Yang membatalkan shalat
Hanafi
Berbicara sengaja, lupa, tidak tahu hukumnya atau karena keliru.
Membaca do’a yang mirip dengan ucapan manusia.
Banyak bergerak.
Memalingkan dada dari kiblat.
Makan dan minum.
Berdehem tanpa alasan.
Menggerutu, merintih, dan mengaduh.
Menangis dengan suara keras.
Membalas ucapan orang yang bersin.
Mengucapkan kalimat “Inna lillah” ketika mendengar berita buruk\
Mengucapkan “Alhamdulillah” ketika mendengar berita yang menyenangkan.
Mengucapkan “Subhanallah” atau “Laa ilaha illallah” karena heran.
Orang yang shalat dengan tayammum lalu melihat air.
Terbit matahari ketika shalat Shubuh.
Matahari tergelincir ketika shalat ‘Ied.
Jatuhnya pembalut luka yang belum sembuh.
Berhadas dengan sengaja
Maliki
Meninggalkan salah satu rukun dengan sengaja.
Menambah rukun dengan sengaja
Menambah tasyahhud bukan pada tempatnya
Tertawa terbahak-bahak baik sengaja maupun tidak
Makan dan minum dengan sengaja
Berbicara dengan sengaja
Meniup dengan mulut dengan sengaja
Terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu
Terbukanya aurat.
Muntah dengan sengaja.
Kena najis.
Banyak bergerak.
Menambah raka’at.
Sujud sebelum salam.
Meninggalkan sunnah shalat lebih dari tiga dan tidak melakukan sujud sahwi untuknya
Syafi’i
1.    Karena hadas yang mewajibkan wudhu atau mandi
2.    Menangis
3.    Merintih
4.    Banyak bergerak
5.    Ragu-ragu dalam niat
6.    Bimbang dalam memutuskan shalat namun ia tetap meneruskannya
7.    Menukar niat shalat fardhu
8.    Sengaja berbicara
9.    Terbuka aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupnya
10. Telanjang, sedangkan ia punya pakaian
11. Kena najis yang tidak dimaafkan, kalau tidak segera dibuang
12. Mengulang-ulang takbiratul ihram
13. Meninggalkan rukun dengan sengaja
14. Masuknya makanan atau minuman pada rongga mulut
15. Berpaling dari kiblat dengan dadanya
16. Mengikuti Imam yang tidak patut untuk diikuti
17. Menambah rukun dengan sengaja
18. Mendahulukan rukun fi’li dari yang lainnya
Hambali
Banyak bergerak
Kena najis yang tidak dimaafkan
Membelakangi kiblat
Terjadinya sesuatu yang membatalkan wudhu
Sengaja membuka aurat
Bersandar dengan kuat tanpa alasan yang jelas
Menambahkan rukun dengan sengaja
Mendahulukan suatu rukun dengan rukun lainnya dengan sengaja
Keliru pada bacaan sehingga merubah artinya, padahal ia mampu merubahnya
Berniat memutuskan shalat, atau bimbang dalam hal itu
Ragu-ragu dalam takbiratul ihram
Tertawa terbahak-bahak
Berbicara baik dengan sengaja atau tidak
Ma’mum memberi salam dengan sengaja sebelum Imam
Makan minum karena lupa atau tidak tahu
Berdehem tanpa alasan
Meniup dengan mulut, keluar dua huruf
Menangis bukan karena takut pada Allah

Daftar Pustaka
Mugniyah, Jawad, Muhammad, TRJ:Maykur A.B., Afif Muhammad, Idrus al Kaff, Fiqh Lima Madzhab, Jakarta: Lentera, 2008.
Syaltout, Syekh Mahmoud, Prof. & Dr., As Sayis, Syekh M. Ali, Prof., TRJ: Dr. H. Ismuha, S.H., Perbandingan Madzhab, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Beirut: Daar al Jii



B.    BERBAGAI PENDAPAT TENTANG HUKUM SHOLAT FARDHU BERJAMAAH DI MASJID.

 

Ada berbagai pendapat tentang hukum sholat fardhu berjamaah di masjid, yang meskipun demikian, mari mulai sekarang jadikan diri kita orang yang mencintai sholat berjamaah di masjid.

1.     Pendapat Pertama: Fardhu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Asy-Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al-Ifshah jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya (mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah.
Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam.
Di dalam kitab Raudhatut-Thalibin karya Imam An-Nawawi disebutkan bahwa:
Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain. Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti di atas adalah:
§  Dari Abi Darda` ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung atau pelosok tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali syetan telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu memakan domba yang lepas dari kawanannya." (HR Abu Daud 547 dan Nasai 2/106 dengan sanad yang hasan)
§  Dari Malik bin Al-Huwairits bahwa Rasulullah SAW, `Kembalilah kalian kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka shalat dan perintahkan mereka melakukannya. Bila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang kalian melantunkan azan dan yang paling tua menjadi imam.(HR Muslim 292 - 674).
§  Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat. (HR Muslim 650, 249)
Al-Khatthabi dalam kitab Ma`alimus-Sunan jilid 1 halaman 160 berkata bahwa kebanyakan ulama As-Syafi`i mengatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan berdasarkan hadits ini.
2.     Pendapat Kedua: Fardhu `Ain
Yang berpendapat demikian adalah Atho` bin Abi Rabah, Al-Auza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar azan, haruslah dia mendatanginya untuk shalat. (lihat Mukhtashar Al-Fatawa Al-MAshriyah halaman 50). Dalilnya adalah hadits berikut:
§  Dari Aisyah ra berkata, `Siapa yang mendengar azan tapi tidak menjawabnya (dengan shalat), maka dia tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya. (Al-Muqni` 1/193). Dengan demikian bila seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun shalatnya tetap syah.
§  Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api." (HR Bukhari 644, 657, 2420, 7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).
3.     Pendapat Ketiga: Sunnah Muakkadah
Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh imam As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Beliau berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat syahnya shalat, tentu tidak bisa diterima.
Al-Karkhi dari ulama Al-Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib. (silahkan periksan kitab Bada`ius-Shanai` karya Al-Kisani jilid 1 halaman 76).
Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab Al-Malikiyah dalam kitabnya Al-Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu berjamaah selain shalat Jumat hukumnya sunnah muakkadah. Lihat Jawahirul Iklil jilid 1 halama 76.
Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. (lihat Qawanin Al-Ahkam As-Syar`iyah halaman 83). Ad-Dardir dalam kitab Asy-Syarhu As-Shaghir jilid 1 halaman 244 berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain Jumat, hukumnya sunnah muakkadah.
Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka antara lain adalah dalil-dalil berikut ini:
§  Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat. (HR Muslim 650, 249)
Ash-Shan`ani dalam kitabnya Subulus-Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa shalat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib.
§  Dari Abi Musa ra berkata bahwa Rasulullah SAw bersabda, `Sesungguhnya orang yang mendapatkan ganjaran paling besar adalah orang yang paling jauh berjalannya. Orang yang menunggu shalat jamaah bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang shalat sendirian kemudian tidur. (lihat Fathul Bari jilid 2 halaman 278)
4.     Pendapat Keempat: Syarat Syahnya Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum syarat fardhu berjamaah adalah syarat syahnya shalat. Sehingga bagi mereka, shalat fardhu itu tidak syah kalau tidak dikerjakan dengan berjamaah.
Yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Ibnu Taymiyah dalam salah satu pendapatnya (lihat Majmu` Fatawa jilid 23 halaman 333). Demikian juga dengan Ibnul Qayyim, murid beliau. Juga Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah (lihat Al-Muhalla jilid 4 halaman 265). Termasuk di antaranya adalah para ahli hadits, Abul Hasan At-Tamimi, Abu Al-Barakat dari kalangan Al-Hanabilah serta Ibnu Khuzaemah. Dalil yang mereka gunakan adalah:
§  Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAw bersaba, `Siapa yang mendengar azan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada uzur.(HR Ibnu Majah793, Ad-Daruquthuny 1/420, Ibnu Hibban 2064 dan Al-Hakim 1/245)
§  Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya shalat yang paling berat buat orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api." (HR Bukhari 644, 657, 2420, 7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).
§  Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang buta dan berkata, "Ya Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Rasulullah SAW berkata untuk memberikan keringanan untuknya. Ketika sudah berlalu, Rasulullah SAW memanggilnya dan bertanya, `Apakah kamu dengar azan shalat?`. `Ya`, jawabnya. `Datangilah`, kata Rasulullah SAW. (HR Muslim 1/452).