MAKALAH
MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) I
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
KELAS VII SEMESTER I
KURIKULUM 2013 REVISI 2014
Dosen : Akhmad Ilman Nafia, S.Pd.I, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Maskur Ari Wibowo (15610013)
Himamul Mutashowifin (156100)
Musirotun (15610017)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI
(UNDARIS)
TAHUN AKADEMIK 2016 / 2017
Kata Pengantar
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah
SWT, karena berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang didalamnya berisi materi PAI kelas VII semester I.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas
matakuliah Materi Pendidikan Agama Islam I yang di ampu
oleh dosen pengampu yaitu Akhmad Ilman Nafia, S.Pd.I, M.Pd.I.
Makalah ini tentunya masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi
dan bermanfaat untuk membangun wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
penyusun dan kita semua.
Ungaran, 23 September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….
DAFTAR ISI ……………………………………………………………............
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG ………………………………………….............
B.
RUMUSAN MASALAH …………………………………….................
C.
TUJUAN ………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
1. Bab I Lebih Dekat dengan Allah Swt. yang Sangat
Indah Nama-Nya…...
2. Bab II Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan
Istiqamah………
3. Bab III Bagaimana Menjadikan Semua Bersih Hidup Jadi
Nyaman…….
4. Bab IV Indahnya Kebersaman dengan Berjamaah ………………............
5. Bab V Selamat Datang Wahai Nabiku KeKasih Allah Swt ……………..
6. Bab VI Dengan Ilmu Pengetahuan Semua Menjadi Lebih
Mudah............
7.
Bab VII Ingin
Meneladani Ketaatan Malaikat-Malaikat Allah Swt……...
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN………………………………………………….............
B.
SARAN …………………………………………………………….........
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..
LAMPIRAN …………………………………………………………………….
A.
PERBANDINGAN 4 MAZHAB TENTANG THAHARAH DAN SHALAT ………………………………………………………………...
B.
BERBAGAI PENDAPAT TENTANG HUKUM SHOLAT FARDHU BERJAMAAH DI MASJID ………………………………..
|
2
3
4
4
5
6
8
10
12
16
18
22
25
27
29
30
30
40
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semata-mata (Innama) misi pengutusan Nabi adalah untuk
menyempurnakan keluhuran akhlak. Sejalan dengan itu, dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa Beliau diutus hanyalah untuk menebarkan
kasih sayang kepada semesta alam. Dengan demikian, di dalam ayat al-Qur’an ini digunakan struktur gramatika yang
menunjukkan sifat eksklusif misi pengutusan Nabi.
Dalam struktur ajaran Islam, pendidikan akhlak
adalah yang terpenting. Penguatan akidah adalah dasar. Sementara, ibadah adalah
sarana, sedangkan tujuan akhirnya adalah pengembangan akhlak mulia. Dengan kata lain, hanya akhlak mulia yang
dipenuhi dengan sifat kasih sayang sajalah yang bisa menjadi bukti kekuatan
akidah dan kebaikan ibadah. Sejalan dengan itu, Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti diorientasikan pada pembentukan akhlak yang mulia, penuh kasih sayang,
kepada segenap unsur alam semesta.
Hal tersebut selaras dengan Kurikulum 2013 yang
dirancang untuk mengembangkan kompetensi yang utuh antara pengetahuan,
keterampilan, dan sikap. Selain itu, peserta didik tidak hanya diharapkan
bertambah pengetahuan dan wawasannya, tapi juga meningkat kecakapan dan
keterampilannya serta semakin mulia karakter dan kepribadiannya atau yang
berbudi pekerti luhur.
B.
Rumusan Masalah
1. Lebih Dekat dengan Allah Swt. yang Sangat Indah Nama-Nya.
2. Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan Istiqamah.
3. Bagaimana Menjadikan Semua Bersih Hidup Jadi Nyaman.
4. Indahnya Kebersaman dengan Berjamaah .
5. Selamat Datang Wahai Nabiku KeKasih Allah Swt .
6. Dengan Ilmu Pengetahuan Semua Menjadi Lebih Mudah.
7. Ingin Meneladani Ketaatan Malaikat-Malaikat Allah Swt.
C.
Tujuan
1. Menjelaskan Materi “Lebih Dekat dengan Allah Swt. yang Sangat Indah
Nama-Nya”.
2. Menjelaskan Materi “Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan
Istiqamah”.
3. Menjelaskan Materi “Bagaimana Menjadikan Semua Bersih Hidup Jadi
Nyaman”.
4. Menjelaskan Materi “Indahnya Kebersaman dengan Berjamaah “.
5. Menjelaskan Materi “Selamat Datang Wahai Nabiku KeKasih Allah Swt “.
6. Menjelaskan Materi ” Dengan Ilmu Pengetahuan Semua Menjadi Lebih Mudah”.
7. Menjelaskan Materi “Ingin Meneladani Ketaatan Malaikat-Malaikat Allah
Swt”.
BAB
II
PEMBAHASAN
Bab I
“Lebih Dekat dengan Allah Swt. yang Sangat Indah Nama-Nya”.
A.
Iman Kepada Allah Swt.
Apakah iman itu? Kata iman berasal
dari bahasa Arab yang bermakna percaya. Makna iman dalam pengertian ini adalah
percaya dengan sepenuh hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam
perbuatan sehari-hari.
Menjadi orang yang beriman bukan
persoalan yang ringan atau mudah. Sebagai manusia yang memiliki
pertanggungjawaban kepada Allah Swt., iman menjadi sangat penting. Allah Swt.
sendiri yang memerintahkan kita untuk beriman, sebagaimana firman-Nya

”Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’±n) yang diturunkan kepada
Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.”(Q.S.
an-Nisa’/4:136)
B.
Makna Asmaul Husna.
Al-Asmau-al-husna artinya nama-nama
Allah Swt. yang baik. Allah Swt. mengenalkan dirinya dengan nama-nama-Nya yang
baik, sesuai dengan firman-Nya:

“ Dan Allah memiliki
al-Asmau-al-Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya de-ngan
menyebutnya al-Asmau-al-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyalahartikan nama-nama-Nya.) Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa
yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. al-A’raf/7:180)
Rasulullah saw menjelaskan bahwa
nama-nama Allah Swt. yang baik (al-Asmau-al-Husna) itu berjumlah 99. Barang
siapa yang menghafalnya maka Allah Swt. akan memasukkan ke dalam surga-Nya.
Di antara al-Asmau al-Husna tersebut adalah : al-‘Alim (Maha Mengetahui),
al- Khabir (Mahateliti), as-Sami’(Maha Mendengar) dan, al-Bashir (Maha
Melihat).
C.
Hikmah Beriman Kepada Allah Swt.

”(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi
tenteram.”(Q.S. ar-Ra’d/13: 28).
Diantara hikmah beriman kepada Allah
adalah :
a.
Akan selalu ditolong oleh Allah Swt.
b.
Hati menjadi tenang dan tidak
gelisah.
c.
Medatangkan keuntungan dunia akhirat.
Bab II
“Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan Istiqamah”.
A.
Mari Berperilaku Jujur.
Jujur adalah kesesuaian sikap antara
perkataan dan perbuatan yang sebenarnya. Apa yang diucapkan memang itulah yang
sesungguhnya dan apa yang diperbuat itulah yang sebenarnya.
Mengapa kita harus jujur?
Jujur itu penting. Berani jujur itu
hebat. Sebagai makhluk sosial, kita memerlukan kehidupan yang harmonis, baik,
dan seimbang. Agar tidak ada yang dirugikan, dizalimi dan dicurangi, kita harus
jujur. Jadi, untuk kehidupan yang lebih baik kuncinya adalah kejujuran.
Kejujuran merupakan bagian dari akhlak yang diajarkan dalam Islam.
Seharusnya sifat jujur juga menjadi identitas seorang muslim. Katakan bahwa
yang benar itu adalah benar dan yang salah itu salah. Jangan dicampuradukkan
antara yang hak dan yang batil. Allah Swt. berfirman:

“Dan janganlah kamu campur adukkan
kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran,
sedangkan kamu mengetahuinya”.(Q.S. al-Baqarah/2:42)
B.
Mari Berperilaku Amanah.
Amanah artinya terpercaya (dapat
dipercaya). Amanah juga berarti pesan yang dititipkan dapat
disampaikan kepada orang yang berhak. Amanah yang wajib ditunaikan oleh setiap
orang adalah hak-hak Allah Swt., seperti shalat , zakat, puasa, berbuat baik kepada
sesama, dan yang lainnya.
Amanah ada tiga macam, yaitu:
1. Amanah terhadap Allah Swt.
2. Amanah terhadap sesama manusia.
3. Amanah terhadap sendiri.
Firman Allah Swt,

”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kalian
mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui.”.(Q.S. al-Anfal/8:27).
Amanah dapat diwujudkan melalui perbuatan,
seperti menjaga titipan, rahasia, tidak menyalahgunakan jabatan, menunaikan
kewajiban dengan baik, dan memelihara semua nikmat yang telah diberikan oleh
Allah Swt.
C.
Mari Berperilaku Istiqomah.
Istiqamah berarti tegak, lurus, tekun, dan
ulet. Istiqamah
dapat diwujudkan melalui perbuatan:
1.
selalu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
2.
Melaksanakan shalat tepat waktu.
3.
Belajar secara terus menerus
4.
Selalu menaati peraturan yang ada di
sekolah.
5.
Selalu menjalankan kewajiban.
Di antara hikmah perilaku istiqamah adalah sebagai berikut.
a.
Orang yang istiqamah akan dijauhkan oleh Allah Swt. dari
rasa takut dan sedih sehingga dapat mengatasi rasa sedih yang menimpanya, tidak
hanyut dibawa kesedihan dan tidak gentar dalam menghadapi kehidupan masa yang
akan datang.
b.
Orang yang istiqamah akan mendapatkan kesuksesan dalam
kehidupan di dunia karena ia tekun dan ulet.
c.
Orang yang istiqamah dan selalu sabar serta mendirikan
shalat akan selalu dilindungi oleh Allah swt.
Bab III
“Bagaimana Menjadikan Semua Bersih
Hidup Jadi Nyaman”.
A.
Ingin Tahu Tentang Thaharah.
Tahukah kalian apa itu Taharah? Apakah kalian sudah terbiasa
melakukan Thaharah? Thaharah artinya bersuci dari najis dan hadas. Najis adalah
kotoran yg menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk beribadah kepada Allah
Swt. sedangkan hadas adalah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang
menyebabkan ia tidak boleh shalat , tawaf, dan lain sebagainya.

a.
Thaharah dari najis.
b.
haharah dari hadas.

1.
Najis mukhaffafah (Ringan).
2.
Najis Mutawassithah (sedang).
3.
Najis mugaladhah(berat).

1. Hadas kecil.
2. Hadas besar.
B.
Bagaimana Cara Thaharah?
Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci tata
cara thaharah dari hadas.
1. Mandi Wajib.
mandi wajib adalah mandi untuk
menghilangkan hadas besar. Sering disebut juga mandi janabat/ junub.
2. Wudhu.
Wudhu adalah cara bersuci untuk
menghilangkan hadas kecil menggunakan air yang suci.
3. Tayamum.
Tayammum adalah pengganti wu«u atau
mandi wajib. Hal ini dilakukan sebagai rukh¡ah (keringanan) untuk orang yang
tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (‘udzur).
C.
Hikmah Thaharah.
Thaharah/ bersuci memiliki keutamaan dan manfaat yang luar biasa.
Keutamaan-keutamaan itu, antara lain:
1.
Orang yang hidup bersih akan
terhindar dari segala macam penyakit karena kebanyakan sumber penyakit berasal
dari kuman dan kotoran.
2.
Rasulullah saw. bersabda bahwa orang
yang selalu menjaga wudhu akan bersinar wajahnya kelak saat dibangkitkan dari
kubur.
3.
Dapat dijadikan sarana untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Bab IV
“Indahnya Kebersamaan dengan
Berjamaah”.
A.
Ayo Shalat Berjamah.
Tahukah kamu apakah shalat berjamaah itu? shalat berjamaah adalah shalat yang
dikerjakan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dan salah seorang dari
mereka menjadi imam, sedangkan yang lainnya menjadi makmum.
Nah, shalat lima waktu yang kita lakukan sangat diutamakan untuk
dikerjakan secara berjamaah, bukan sendiri-sendiri (munfarid). Kalian perlu
tahu bahwa hukum shalat wajib berjamaah adalah sunnah muakkadh,
yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Bahkan, sebagian ulama mengatakan hukum shalat berjamaah adalah fardhu
kifayah.
Keutamaan shalat berjamaah bila dibandingkan ¡alat munfarid
adalah dilipatkan 27 derajat. Hadis Rasulullah saw.:

“Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah
saw. bersabda, “shalat berjamaah lebih utama dibandingkan shalat sendirian dengan dua puluh
tujuh derajat.”(H.R. Bukhari dan Muslim).

Shalat berjamaah sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1.
Ada imam.
2.
Makmum berniat untuk mengikuti imam.
3.
Shalat dikerjakan dalam satu
majelis.
4.
Shalat makmum sesuai dengan
shalat-nya imam.
Kedudukan imam dalam shalat berjamaah sangat
penting. Dia akan menjadi pemimpin seluruh jamaah shalat sehingga untuk menjadi
imam ada syarat tersendiri.

1.
Mengetahui syarat dan rukun shalat,
serta perkara yang membatalkan shalat.
2.
Fasih dalam membaca ayat-ayat
al-Qur'an.
3.
Paling luas wawasan agamanya
dibandingkan yang lain.
4.
Berakal sehat.
5.
Balligh.
6.
Berdiri pada posisi paling depan.
7.
Seorang laki-laki (perempuan juga
boleh jadi imam kalau makmumnya perempuan semua).
8.
Tidak sedang bermakmum kepada orang
lain.

1.
Makmum berniat mengikuti imam.
2.
Mengetahui gerakan shalat imam.
3.
Berada dalam satu tempat dengan
imam.
4.
Posisinya di belakang imam.
5.
Hendaklah shalat makmum sesuai dengan shalat imam, misalnya imam shalat Asar makmum juga shalat Asar.

Makmum Masbuq adalah makmum yang
tidak sempat membaca surat al-Fatihah bersama imam di rakaat pertama. Lawan
katanya adalah makmum muwafiq, yakni makmum yang dapat mengikuti seluruh
rangkaian shalat berjamaah bersama imam. Jika kalian dalam kondisi ketinggalan
berjamaah seperti ini, perlu kecermatan dalam tata cara menghitung jumlah rakaat.
Shalat berjamaah dapat ditinggalkan,
kemudian melakukan shalat sendirian (munfarid). Faktor yang menjadi halangan itu
adalah :
1.
Hujan yang mengakibatkan susah
menuju ke tempat shalat berjamaah.
2.
Angin kencang yang sangat
membahayakan.
3.
Sakit yang mengakibatkan susah
berjalan menuju ke tempat £alat berjamaah.
4.
Sangat ingin buang air besar atau
buang air kecil.
5.
Karena baru makan makanan yang
baunya sukar dihilangkan, seperti bawang, petai, dan jengkol.
B.
Tata Cara Shalat Berjamaah.
Berdasarkan ketentuan di atas, praktik shalat wajib berjamaah
adalah sebagai berikut.
1.
Shalat berjamaah diawali dengan adzan dan iqamah, tetapi kalau tidak
memungkinkan cukup dengan iqamah saja.
2.
Barisan shalat ( shaf) di belakang
imam diisi oleh jamaah laki-laki, sementara jamaah perempuan berada di
belakangnya.
3.
Di dalam melaksanakan shalat
berjamaah seorang imam membaca bacaan shalat ada yang nyaring (jahr) dan ada
yang dilirihkan (sir). Bacaan yang dinyaringkan adalah Bacaan takbiratul
ikhram, takbir intiqal, tasmi’, dan salam;Bacaan al-Fatihah dan ayat-ayat
al-Qur'an pada dua rakaat pertama shalat Magrib, Isya, dan Subuh. Begitu
juga dengan shalat Jumat, gerhana, istisqa, ’idain (dua hari
raya), Tarawih dan Witir; Bacaan amin bagi imam dan makmum setelah imam selesai
membaca al-Fatihah yang dinyaringkan.
4.
Makmum harus mengikuti gerakan imam
dan tidak boleh mendahului gerakan imam.
5.
Setelah salam, imam membaca dzikir dan doa bersama-sama dengan
makmum atau membacanya sendiri-sendiri.
C.
Pembiasaan Shalat Berjamaah.
Perbandingan pahala antara shalat sendirian dan dengan shalat
berjamaah, yaitu satu berbanding 27 derajat. Hal ini karena shalat berjamaah
memiliki keutamaan, yaitu:
1.
Menjalin silaturahmi antarsesama.
2.
Mengajarkan hidup disiplin, saling
mencintai, dan menghargai.
3.
Menjaga persatuan, kesatuan, dan
kebersamaan.
4.
Menahan dari kemauan sendiri
(egois).
5.
Mengajarkan kepatuhan seorang muslim
kepada pimpinannya.
Sikap kecintaan kepada shalat
berjamaah dapat diwujudkan melalui perilaku sebagai berikut.
a.
Ketika masuk waktu shalat segera
menuju ke masjid dan mengumandangkan atau mendengarkan adzan.
b.
Ketika mendengar adzan segera menuju
masjid.
c.
Mengajak teman-temannya untuk shalat
berjamaah.
d.
Suka menjalin tali silaturahmi
antara sesama di masjid.
e.
Senang mendatangi majelis taklim
untuk menuntut ilmu agama.
f.
Tidak suka membeda-bedakan status
sosial seseorang, karena kedudukannya sama di hadapan Allah Swt.
g.
Taat kepada pimpinan selama tidak
melakukan kesalahan. Apabila pimpinan salah kita wajib mengingatkan ke jalan
yang benar, temasuk di dalam taat kepada kedua orang tua dan guru.
h.
Menjaga persatuan dan kesatuan.
Bab V
“Selamat Datang Wahai Nabiku
KeKasih Allah Swt”.
A.
Kehadiran Sang Kekasih
Nabi Muhammad saw lahir pada hari
Senin, 12 Rabi’ul Awwal bertepatan dengan tanggal 20 April 571 Masehi. Tahun
kelahiran Nabi Muhammad saw. disebut Tahun Gajah.
Nabi Muhammad saw lahir dalam
keadaan yatim. Ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib wafat saat Nabi Muhammad
saw masih berusia 6 bulan di dalam kandungan ibunya, Siti Aminah. Saat bayi,
Nabi Muhammad saw diasuh oleh Halimah Sa‘diyah dari Bani Saad, Kabilah Hawazin.
Di perkampungan bani Saad inilah Nabi diasuh dan dibesarkan sampai usia 5
tahun. Sifat-sifat Nabi Muhammad saw antara
lain tidak mudah putus asa, semangat kerja yang tinggi, selalu jujur, amanah,
tabah, optimis, dan percaya diri.
B.
Nabi Muhammad SAW Diangkat Menjadi Rasul.
Nabi Muhammad saw. merasakan
keresahan atas perilaku yang dialami oleh masyarakat Arab yang sudah jauh dari
nilai-nilai kebenaran. Kemudian, Nabi Muhammad saw. melakukan uzlah
(mengasingkan diri) di Gua Hira. Hal ini dilakukan oleh beliau berkali-kali.
Maka tepat pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-40 dari kelahirannya, Nabi
didatangi Jibril dan menerima wahyu pertama Q.S. al-Alaq/96: 1-5. Wahyu pertama inilah
yang menandakan bahwa Nabi Muhammad saw. dipilih dan diangkat Allah Swt.
untuk menjadi utusan-Nya atau Rasul.
C.
Dakwah Nabi Muhammad SAW Di Mekah.
Dakwah Nabi secara sembunyi-sembunyi
dimulai setelah turun wahyu kedua, Q.S. al-Muddatsir/74: 1-7, masih sebatas
keluarga dekat. Dakwah Nabi secara terang-terangan dimulai setelah turun wahyu
Q.S. al-Hijr/15: 94-95. Dalam berdakwah beliau mendapatkan berbagai rintangan,
baik dari keluarga maupun kaum Quraisy dan pihak luar. Namun, semua dihadapi
oleh Nabi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. As-Sabiqµn al-Awwalun adalah
orang-orang yang pertama kali memeluk Islam. Mereka adalah Siti Khadijah, Abu
Bakar, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Harisah, dan Ummu Aiman.
Cara meneladani perjuangan Nabi
Muhammad saw. di Mekah :
1.
tugas dan tanggung jawab tidak bisa
dipikul seorang diri, tetapi harus ada kebersamaan dan persatuan dari berbagai
kalangan masyarakat.
2.
Dalam bergaul harus bisa memilih
teman yang dapat mengajak kepada hal-hal yang positif dan baik.
3. Dalam mengajak teman untuk berbuat baik tidak boleh dengan
cara-cara kekerasan,tetapi perlu dengan keteladanan, sabar, lemah lembut dan
kasih sayang.
Bab VI
“Dengan Ilmu Pengetahuan Semua
Menjadi Lebih Mudah”.
A.
Mari Membaca
Al-Qur’an.
1.
Membaca Q.S Ar-Rahnan/55:33.

2.
Membaca Q.S Al
Mujadalah/59:11.

3.
Menerapkan Hukum Bacaan Mad.
Supaya kalian dapat membaca ayat-ayat di atas dengan tartil, maka
perlu memahami ilmu tajwid. Perhatikan ketentuan hukum bacaan mad berikut ini.
Mad artinya bacaan panjang, yaitu membaca panjang pada huruf-huruf yang
memiliki kriteria mad. Ada dua macam mad, yaitu :
a.
Mad thabi‘i atau mad asli.
artinya bacaan panjang dua harakat
atau dua ketukan. Bacaan mad yang dimaksud di sini adalah cara membaca huruf
dengan memanjang karena ada hukum mad.
b.
Mad far‘i atau cabang-cabang mad.
yakni cabang dari mad thabi‘iatau
mad asli. Sebelum kalian membahas mad Far’i, alangkah baiknya kalau kalian
memahami secara tuntas tentang mad thabi‘i. Karena mad Far’i sangat terkait
dengan mad thabi‘i atau mad asli. Mad Far’i jumlahnya ada 14, yaitu:
1.
Mad wajib muttasil, yaitu apabila
ada bacaan mad yang berhadapan dengan huruf hamzah dalam satu kalimat. Panjang
bacaan mad Wajib Muttasil adalah 5 harokat atau 5 ketukan.
2.
Mad Jaiz Munfasil, yaitu apabila ada
bacaan mad yang berhadapan dengan huruf hamzah atau alif bukan pada satu
kalimat. Panjang bacaan mad Jaiz Munfasil adalah 2 sampai 5harokat atau 2
sampai 5 ketukan.
3.
Mad ‘Aridlisukun, yaitu apabila ada
bacaan mad yang berada pada akhir kalimat atau kalimat yang diwaqafkan. Apabila
tidak diwaqafkan, maka bukan termasuk mad ‘Aridlisukµn. Panjang bacaan mad
‘Aridlisukµn antara 2 sampai 6 harakat.
4.
Mad ‘Iwad, yaitu apabila ada bacaan
mad yang akhir kalimatnya bertanda baca fathahtain dan dihentikan (diwaqafkan).
Panjang bacaan mad ‘Iwad adalah 2 sampai harokat atau 2 ketukan.
5.
Mad Badal.
6.
Mad Lazim musaqqol qilmi.
7.
Mad lazim mukhaffafah qilmi.
8.
Mad lazim harfi musyba’.
9.
Mad lazim mukhaffafah harfi.
10.
Mad layyin.
11.
Mad silah tawilah.
12.
Mad Silah Qasirah.
13.
Mad Farq.
14.
Mad Tamqin.
4.
Mengartikan Q.S Ar-Rahman/55:33.
“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu
tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah)”. (Q.S.
ar-Rahman/55: 33)
5.
Mengartikan Q.s Al-Mujadalah/58:11.
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila
dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat
(derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.
al-Mujadalah/58: 11)
B.
Mari Memahami Al-Qur’an.
1. Kandungan Q.S. al-Rahman/55:33 meliputi:
a.
Manusia dan jin tidak akan mampu
menembus penjuru langit dan bumi untuk mengetahui isinya kecuali atas kekuatan
dari Allah Swt.
b.
Kekuatan dari Allah Swt. itu berupa
akal yang harus dikembangkan dengan cara belajar.
c.
Belajar itu wajib agar kita dapat
menguasai dunia untuk kebaikan umat.
2.
Kandungan Q.S. al-Mujadalah/58:11
meliputi:
a.
Perintah untuk menuntut ilmu
setinggi mungkin.
b.
Perintah untuk selalu beriman kepada
Allah Swt.
c.
Perintah untuk memuliakan
orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
C.
Perilaku Orang Yang Cinta Ilmu
Pengetahuan.
Sikap dan perilaku terpuji yang dapat diterapkan sebagai
penghayatan dan pengamalan Q.S. ar-Rahman/55:33 dalam kehidupan sehari-hari
adalah sebagai berikut.
1.
Senang membaca buku-buku pengetahuan
sebagai bukti cinta ilmu pengetahuan.
2.
Selalu ingin mencari tahu tentang
alam semesta, baik di langit maupun di bumi, dengan terus menelaahnya.
3.
Meyakini bahwa alam semesta ini
diciptakan oleh Allah Swt. untuk manusia. Oleh karena itu, manusia harus merasa
haus untuk terus menggali ilmu pengetahuan.
4.
Rendah hati atas kesuksesan yang
diraihya dan tidak merasa rendah diri dan malu terhadap kegagalan yang
dialaminya.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai penghayatan dan
pengamalan Q.S. al-Mujadalah/58:11 dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai
berikut.
1.
Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
dan berusaha untuk mendapatkan pengetahuan tersebut.
2.
Bersikap sopan saat belajar dan
selalu menghargai dan menghormati guru.
3.
Senang mendatangi guru untuk meminta
penjelasan tentang ilmu pengetahuan.
4.
Selalu menyeimbangkan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya dengan keyakinan terhadap kekuasaan Allah Swt
Bab VII
“Ingin Meneladani Ketaatan
Malaikat-Malaikat Allah Swt”.
A. Siapakah Malaikat Itu?
Sama halnya dengan manusia malaikat
juga termasuk makhluk Allah Swt. Mahasuci Allah yang telah menciptakan makhluk
dengan berbagai macam bentuk dan keadaan. Meskipun tidak pernah berjumpa dengan
malaikat, kita harus percaya akan keberadaannya. Allah Swt. menjelaskan dalam
Q.S. al-Anbiya/21:19 berikut ini.

“Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan
(Malaikat-malaikat) yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk
menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih.”(Q.S. al-Anbiya/21:19)
Iman kepada malaikat termasuk rukun iman yang
kedua. Malaikat diciptakan dari nur Ilahi (cahaya Allah). Malaikat diciptakan
oleh Allah Swt. sebagai utusan-Nya untuk mengurusi berbagai urusan.
Sifat-sifat dan perilaku malaikat antara lain:
1. Selalu patuh kepada Allah Swt. dan tidak pernah berbuat maksiat
kepada-Nya.
2. Malaikat dapat berubah wujud sesuai kehendak Allah. Kadang-kadang
Jibril datang kepada Nabi Muhammad saw. menyamar seperti sahabat yang bernama
Dihyah al-Kalbi, terkadang seperti sahabat dari Arab Badui.
3. Malaikat tidak makan dan tidak minum.
4. Malaikat tidak memiliki jenis kelamin.
5. Malaikat tidak pernah letih dan tidak pula berhenti beribadah
kepada Allah Swt.
6. Malaikat senang mencari dan mengelilingi majelis dzikir.
7. Malaikat berdoa bagi hamba yang duduk menunggu shalat berjamaah.
No.
|
Malaikat
|
Jin
|
Manusia
|
1.
|
Diciptakan dari nur atau cahaya
|
Diciptakan
dari api
|
Diciptakan dari tanah
|
2.
|
Makhluk gaib Selalu patuh
dan taat
|
Makhluk gaib Ada yang patuh
dan ada
|
Makhluk yang terlihat mata (kasat mata) Ada yang patuh dan
ada
|
3.
|
kepada perintah
Allah swt.
|
yang durhaka kepada Allah swt.
|
yang durhaka kepada Allah swt.
|
4.
|
Tidak makan dan tidak minum
|
Makan dan minum
|
Makan dan minum
|
5.
|
Pikirannya
jernih dan lurus
|
Pikirannya berubah-ubah
|
Pikirannya berubah-ubah
|
6.
|
Tidak mempunyai nafsu
|
Mempunyai
nafsu
|
Mempunyai nafsu
|
B. Nama Dan Tugas Malaikat.
Al-Qur’an tidak menyebutkan berapa jumlah malaikat
secara pasti. Namun, ada penjelasan melalui hadis yang diriwayatkan Bukhari dan
Muslim dari Anas bin Malik bahwa pada saat Nabi Muhammad saw. isra’ mi’raj dan
bertemu dengan Ibrahim a.s. yang sedang bersandar di Baitul Ma’mur, di sana
terdapat 70.000 malaikat.
Dari penjelasan riwayat hadis tersebut menandakan bahwa jumlah
malaikat sangat banyak. Namun pada bagian ini hanya akan dijelaskan
malaikat-malaikat yang namanya tercatat di dalam al-Qur’an maupun hadis. Nama-nama itu adalah
sebagai berikut.
1.
Jibril, Malaikat Jibril tugasnya
menyampaikan wahyu kepada nabi dan rasul. Nama lain malaikat Jibril adalah Rµh
al-Quds, ar-Ruh al-Amin, dan Namus.
2.
Mikail, Malaikat Mikail bertugas mengatur
kesejahteraan makhluk, seperti mengatur awan, menurunkan hujan, melepaskan
angin, dan membagi-bagikan rezeki.
3.
Israfil, Malaikat Israfil bertugas meniupkan
terompet (sangkakala), saat dimulainya kiamat hingga saat hari berbangkit di
Padang Mahsyar.
4.
Izrail, Malaikat Izrail bertugas mencabut
nyawa seluruh makhluk hidup, baik manusia, jin, iblis, setan, dan malaikat
apabila telah tiba waktunya.
5.
Munkar, Malaikat Munkar bertugas menanyai
orang yang sudah meninggal dan berada di alam kubur.
6.
Nakir, Malaikat Nakir bertugas menanyai
orang yang sudah meninggal dan berada di alam kubur.
7.
Raqib, Malaikat Raqib bertugas mencatat
semua pekerjaan baik setiap manusia sejak aqil balig sampai akhir hayat.
8.
Atid, Malaikat Atid bertugas mencatat
semua pekerjaan buruk setiap manusia sejak aqil balig sampai akhir hayat.
9.
Ridwan, Malaikat Ridwan bertugas menjaga dan
mengatur kesejahteraan penghuni surga.
10.
Malik, Malaikat Malik disebut juga malaikat
zabaniyyah bertugas menjaga dan mengatur siksa (azab) bagi para penghuni neraka.
C. Perilaku Beriman Kepada Malaikat Allah SWT.
Obyek Iman
|
Contoh Perilaku
|
Iman kepada
Malaikat Jibril
|
Selalu berusaha
mencari dan memohon hidayah kepada Allah. Bersyukur dengan cara
banyak berbagi ilmu.
|
Iman kepada
Malaikat Mikail
|
Berusaha secara
maksimal untuk mencari rezeki yang baik dan halal.
|
Iman kepada
Malaikat Israfil
|
Selalu memohon
kepada Allah Swt. agar diselamatkan dalam
menghadapai musibah dan huru hara dunia, maupun saat terjadinya hari kiamat.
|
Iman kepada
Malaikat Izrail
|
Berusaha
mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian. Selalu berdoa
agar terhindar dari siksaan sakaratul maut (ketika ajal menjemput kita).
|
Iman kepada
Malaikat Munkar & Nakir
|
Selalu memohon
kepada Allah Swt. agar dilapangkan di alam kubur dan diringankan dari
siksa kubur.
|
Iman kepada Malaikat Raqib
|
Selalu memiliki niat baik, dalam
segala perbuatan, baik ucapan maupun perbuatan.
|
Iman kepada Malaikat Atid
|
Menjauhi niat buruk, perkataan
yang kotor, perbuatan yang jelek dan menjauhi perilaku
tercela.
|
Iman kepada Malaikat Ridwan
|
Selalu memohon kepada Allah Swt.
agar masuk surga dengan aman. Menciptakan kedamaian dan
ketentraman di dunia ini.
|
Iman kepada Malaikat Malik
|
Selalu
memohon kepada Allah Swt.agar terhindar dari siksaan api neraka.
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Iman kepada Allah Swt. adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Dia
itu ada, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam
perbuatan sehari-hari. Al-Asmau-al-husna adalah nama-nama Allah Swt. yang
baik.
2. Hikmah beriman kepada Allah Swt. adalah: akan selalu ditolong oleh
Allah Swt. hati menjadi tenang dan tidak gelisah, dan medatangkan keuntungan
dunia akhirat.
3. Jujur adalah kesesuaian sikap antara perkataan dan perbuatan yang sebenarnya.
4. Hikmah atau manfaat perilaku jujur adalah akan dipercaya orang lain
dan mendapatkan banyak teman, Hidupnya tenteram karena tidak memiliki kesalahan
dengan orang lain.
5. Amanah artinya terpercaya (dapat
dipercaya).
6. Amanah ada tiga macam, yaitu: amanah terhadap Allah Swt. Amanah terhadap sesama manusia, dan amanah
terhadap sendiri.
7. Amanah dapat diwujudkan melalui perbuatan, seperti
menjaga titipan, rahasia, tidak menyalahgunakan jabatan,
menunaikan kewajiban dengan baik, dan memelihara semua nikmat yang telah
diberikan oleh Allah Swt.
8. Istiqamah berarti tegak, lurus, tekun, dan
ulet. Istiqamah
dapat diwujudkan melalui
perbuatan:selalu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, melaksanakan shalat tepat waktu, belajar secara
terus menerus, selalu menaati peraturan yang ada di sekolah, dan selalu
menjalankan kewajiban.
9. Thaharah artinya bersuci, baik dari najis maupun dari hadas. Macam-macam
thaharah seperti wudhu, tayamum, mandi wajib, dan istinja’.
10. Shalat berjamaah adalah shalat yang dikerjakan oleh dua orang atau
lebih secara bersama-sama dan salah seorang menjadi imam sedang yang lain-nya
menjadi makmum.
11. Hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang
sangat dianjurkan. Sebagian ulama menyatakan hukum shalat berjamaah fardhu
kifayah.
12. Nabi Muhammad saw. lahir hari Senin, 12 Rabiul Awwal atau
bertepatan dengan 20 April 571 Masehi. Tahun kelahiran Nabi Muhammad saw.
disebut Tahun Gajah.
13. Sifat-sifat Nabi Muhammad saw., antara lain tidak mudah putus asa,
semangat kerja yang tinggi, selalu jujur, amanah, tabah, optimis, dan percaya
diri. Nabi Muhammad saw. diangkat menjadi Rasul pada
usia 40 tahun dengan menerima wahyu pertama Q.S. al-Alaq/96:1-5 melalui
perantara Malaikat Jibril di Gua Hira.
14. Kandungan Q.S. al-Rahman/55:33 meliputi: manusia dan jin tidak akan
mampu menembus penjuru langit dan bumi untuk mengetahui isinya kecuali atas
kekuatan dari Allah Swt, kekuatan dari Allah Swt. itu berupa akal yang harus
dikembangkan dengan cara belajar, belajar itu wajib agar kita dapat menguasai
dunia untuk kebaikan umat.
15. Kandungan Q.S. al-Mujadalah/58:11 meliputi: perintah untuk menuntut
ilmu setinggi mungkin, perintah untuk selalu beriman kepada Allah Swt, perintah
untuk memuliakan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
16. Iman kepada malaikat adalah percaya dan yakin bahwa Allah Swt.
menciptakan malaikat dari cahaya (nur) untuk mengatur dan mengurus alam
semesta.
17. Sifat-sifat malaikat, antara lain: hamba Allah Swt. yang mulia,
dapat menyamar sesuai kehendak Allah, tidak makan dan tidak minum, tidak
memiliki jenis kelamin, tidak pernah letih dan tidak pula berhenti beribadah
kepada Allah, tidak mau masuk ke rumah-rumah yang ada anjing dan patung-patung,
senang mencari dan mengelilingi majelis zikir, selalu berdoa bagi hamba yang
duduk menunggu shalat berjamaah.
18. Nama-nama malaikat yang kita kenali adalah Jibril, Mikail, Israfil,
Izrail, Munkar dan Nakir, Raqib, Atid, Malik, dan Ridwan.
B.
SARAN
1.
Pembelajaran
yang aktif diharapkan dapat mengembangkan kompetensi yang
utuh antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Selain itu, peserta didik
tidak hanya diharapkan bertambah pengetahuan dan wawasannya, tapi juga
meningkat kecakapan dan keterampilannya serta semakin mulia karakter dan
kepribadiannya atau yang berbudi pekerti luhur. dibagi ke dalam beberapa
kegiatan keagamaan yang harus dilakukan peserta didik dalam usaha memahami
pengetahuan agamanya dan mengaktualisasikannya dalam tindakan nyata dan sikap
keseharian yang sesuai dengan tuntunan agamanya, baik dalam bentuk ibadah ritual
maupun ibadah sosial.
2.
Peran guru
sangat penting untuk meningkatkan dan menyesuaikan daya serap peserta didik
dengan ketersediaan kegiatan yang ada pada buku ini. Guru dapat memperkayanya
dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang bersumber dari
lingkungan alam, sosial, dan budaya sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
-
Indonesia. Kementrian
Pendidikan Dan Kebudayaan. 2014. Buku Pegangan Siswa Pendidikan Agama Islam
Dan Budi Pekerti Edisi Revisi 2014. Jakarta: Kementrian Pendidikan Dan
Kebudayaan.
LAMPIRAN
PERBANDINGAN
4 MAZHAB
A.
PERBANDINGAN 4 MAZHAB TENTANG THAHARAH DAN SHALAT
BAB
THAHARAH
Tentang air banyak
Hanafi
|
Air banyak adalah jika air
digerakkan di satu bagian, maka bagian yang lain tidak ikut bergerak.
|
Maliki
|
Air banyak dan sedikit sama saja.
Yang penting jika air itu berubah salah satu dari sifat-sifatnya, maka air
itu menjadi najis: jika tidak, ia tetap suci.
|
Syafi’i
|
Air banyak itu adalah dua kullah.
|
Hambali
|
Air banyak itu adalah dua kullah.
|
Air mengalir dan air tenang
Hanafi
|
Setiap air yang mengalir, sedikit
atau banyak berhubungan dengan benda atau tidak, tidaklah menjadi najis hanya
dengan bersentuhan dengan najis.
|
Maliki
|
Air sedikit tidak menjadi najis
dengan hanya bersentuhan dengan najis, dan tidak ada beda antara air yang
mengalir dan air yang tenang.
|
Syafi’i
|
Tidak membedakan antara air yang
mengalir atau yang tenang yang memancar atau tidak, tetapi ditetapkan
bedasarkan banyak dan sedikitnya air.
|
Hambali
|
Air yang tenang, bila kurang dari
dua kullah menjadi najis walaupun hanya bersentuhan dengan najis, baik
memancar ataupun tidak. Sedangkan air yang mengalir tidak menjadi najis jika
bercampur dengan najis.
|
Air menyucikan najis
Syaf’i
|
Jika
air yang banyak mengalami perubahan karena terkena najis,maka air itu
dapat disucikan dengan hanya menghilangkan perubahan yang terjadi.
|
Hambali
|
Jika air yang banyak
mengalami perubahan karena terkena najis ,maka air itu dapat disucikan dengan
hanya menghilangkan perubahan yang terjadi.
|
Maliki
|
Menyucikan air yang terkena najis
itu dapat dengan cara mengguyurkan air muthlaq diatasnya hingga hilang sifat
najis itu.
|
Hanafi
|
Air yang najis itu menjadi bersih
dengan cara mengalirkannya .
|
Sisa air dalam bejana
Syafi’i
|
Sisa air anjing dan babi hukumnya
najis. Sisa air dari bagal dan keledai itu suci tetapi tidak menyucikan.
|
Hanafi
|
Sisa air anjing dan babi
hukumnya najis. Sisa air dari bagal dan keledai suci tetapi tidak menyucikan.
|
Hambali
|
Sisa air anjing dan babi hukumnya
najis. Sisa air dari bagal dan keledai suci tetapi tidak menyucikan.
|
Maliki
|
Sisa air yang diminum anjing dan
babi, suci dan menyucikan serta dapat diminum .
|
Hal-hal yang mewajibkan wudhu’ dan
yang membatalkannya.
Mani
Syafi’i
|
Mani tidak membatalkan wudhu
|
Hanafi
|
Membatalkan
|
Hambali
|
Membatalkan
|
Maliki
|
Membatalkan
|
Menyentuh
Syafi’I
|
Menyentuh wanita bukan muhrim
membatalkan wudhu secara mutlaq
|
Hambali
|
Membatalkan wudhu secara mutlaq
|
Hanafi
|
Tidak batal kecuali menimbulkan
syahwat
|
Maliki
|
Batal jika disentuh dengan telapak
tangan
|
Muntah
Syafi’i
|
Tidak membatalkan wudhu
|
Hambali
|
Membatalkan wudhu secara mutlaq
|
Hanafi
|
Membatalkan wudhu jika sampai
memenuhi mulut
|
Maliki
|
Tidak membatalkan wudhu
|
Tertawa
Syafi’I
|
Membatalkan wudhu
|
Hambali
|
Membatalkan wudhu
|
Hanafi
|
Tidak
|
Maliki
|
Membatalkan wudhu
|
Tujuan atau fungsi wudhu
Orang yang berhadas kecil dilarang melakukan beberapa hal sebagai
berikut:
Menyentuh
mushaf
Syafi’I
|
Tidak boleh menyentuh mushaf
walaupun terpisah dari kulitnya
|
Hambali
|
Boleh menulisnya, membawanya kalau
dengan hijab
|
Hanafi
|
Tidak boleh menyentuh dan menulisnya
walau dengan bahasa asing tapi
boleh membacanya walau tanpa memakai al-qur’an
|
Maliki
|
Tidak boleh menulis menyentuh tapi
boleh melafalkan
|
Hal-hal yang diperselisihkan tentang
fardhu wudlu
Hanafi
|
Tidak ada fardhu wudhu kecuali
empat hal yang telah disebutkan dalam al Qur’an.
|
Maliki
|
Menambah niat, muwalah, dan
tadlik.
|
Syafi’i
|
Menambah niat dan tertib.
|
Hambali
|
Menambah niat, tertib, dan
muwalah.
|
Mengusap kepala
Hanafi
|
Wajib mengusap seperempat kepala,
tetapi cukup dengan memasukkan kepala ke dalam air atau menuangkan air di
atas kepalanya.
|
Maliki
|
Wajib mengusap semua kepala tanpa
telinga.
|
Syafi’i
|
Wajib mengusap sebagian kepala,
walaupun sedikit. Tetapi cukup membasahi atau menyiram sebagai pengganti dari
mengusap.
|
Hambali
|
Wajib mengusap semua kepala dan
telinga.
|
Menyentuh
wanita
Hanafi
|
Tidak membatalkan wudlu.
|
Maliki
|
Jika menimbulkan syahwat dapat
membatalkan wudlu.
|
Syafi’i
|
Membatalkan wudlu.
|
Hambali
|
Jika menimbulkan syahwat dapat
membatalkan wudlu.
|
Bahan tayammum
Hanafi
|
Seluruh yang ada di permukaan bumi
kecuali barang-barang tambang.
|
Maliki
|
Seluruh yang ada di muka bumi,
meliputi tanah, debu, pasir, es, batu, dan barang tambang, kalau barang
tambang tersebut belum dipindahkan dipindahkan dari tempatnya kecuali emas
dan perak.
|
Syafi’i
|
Tanah dan pasir
|
Hambali
|
Tanah saja
|
Perbedaan dalam hal muwalat
(berturut-turut) dalam tayammum.
Hanafi
|
Tidak diwajibkan muwalat
dan tidak diwajibkan pula tertib.
|
Maliki
|
Wajib berturut-turut antara bagian
anggota tayammum.
|
Syafi’i
|
Hanya wajib tertib saja tidak
berturut-turut.
|
Hambali
|
Wajib muwalat kalau
tayammum untuk menghilangkan hadas kecil. Kalau untuk menghilangkan hadas
besar tidak wajib.
|
BAB
SHALAT
Jumlah raka’at
dalam shalat rawatib
Hanafi
|
Membagi menjadi 2 kelompok, yaitu
masnunah dan mandubah. Masnunah ada 14 raka’at dan mandubah ada 18 raka’at.
|
Maliki
|
Tidak ada batas tertentu, tapi
paling utama adalah empat raka’at sebelum Dhuhur dan enam raka’at setelah
Maghrib.
|
Syafi’i
|
Sebelas raka’at
|
Hambali
|
Sepuluh raka’at
|
Takbiratul
Ihram
Hanafi
|
Boleh diganti dengan kata-kata
lain yang sesuai atau sama artinya.
|
Maliki
|
Tidak boleh diganti dengan
kata-kata yang lainnya.
|
Syafi’i
|
Boleh diganti dengan kata “Allahu
al Akbar”.
|
Hambali
|
Tidak boleh diganti dengan
kata-kata yang lainnya.
|
Bacaan
Hanafi
|
Membaca al Fatihah tidak
diharuskan dalam shalat. Dan boleh meninggalkan basmalah, karena ia
tidak termasuk dalam surat. Dan tidak disunnahkan membacanya baik keras atau
pelan.
Membaca bacaan apa saja dalam al
Qur’an itu boleh dan diwajibkan pada dua raka’at pertama saja.
Dalam shalat tidak ada qunut kecuali
shalat witir. Seseorang yang shalat sendiri, boleh mengeraskan bacaannya atau
membacanya dengan pelan. Bagi laki-laki lebih utama menaruh tangan kanan di
atas tangan kiri dan meletakkannya di atas pusar, sedangkan perempuan di atas
dada.
|
Maliki
|
Membaca al fatihah adalah wajib,
baik itu pada dua raka’at pertama atau terakhir. Baik dalam shalat fardhu
maupun shalat sunnah. Disunnahkan meninggalkan bacaan basmalah dan
disunnahkan membaca surat al Qur;an setelah al Fatihah pada dua raka’at
pertama. Disunnahkan menyaringkan bacaan pada waktu shalat Shubuh, dua
raka’at pertama Maghrib dan Isya’.
Boleh menyilangkan tangan tapi
disunnahkan meluruskannya terlebih waktu shalat fardhu.
|
Syafi’i
|
Membaca al fatihah adalah wajib,
baik itu pada dua raka’at pertama atau terakhir. Baik dalam shalat fardhu
maupun shalat sunnah. Membaca basmalah wajib karena merupakan bagian
dari surat. Disunnahkan menyaringkan bacaan pada waktu shalat Shubuh, dua
raka’at pertama Maghrib dan Isya’. Disunnahkan membaca qunut ketika
shalat Shubuh. Menyilangkan tangan bagi laki-laki dan perempuan hanya
disunnahkan, tapi lebih utama menaruh telapak tangan kanan di atas telapak
tangan kiri di bawah dada dan di atas pusar agak ke kiri.
|
Hambali
|
Membaca al fatihah adalah wajib,
baik itu pada dua raka’at pertama atau terakhir. Baik dalam shalat fardhu
maupun shalat sunnah. Membaca basmalah wajib karena merupakan bagian
dari surat, tetapi membacanya secara pelan-pelan. Disunnahkan menyaringkan
bacaan pada waktu shalat Shubuh, dua raka’at pertama Maghrib dan Isya’. Qunut
hanya waktu shalat witir tidak pada shalat yang lainnya.
Menyilangkan tangan bagi laki-laki dan perempuan hanya disunnahkan, tapi
lebih utama menaruh telapak tangan kanan di atas telapak tangan kiri di bawah
dada dan di atas pusar.
|
Kalimat Tahiyat
Hanafi
|
التحيّات
لله والصّلوات والطّيّبات
والسّلاام عليك
أيّها النّبيّ ورحمة الله وبركاته
السلام
علينا و على عباد الله الصّالحين
أشهد
أن لآ إله إلاّ الله و أشهد أنّ محمّدا عبده و رسوله
|
Maliki
|
التّحيّات
الزّاكيّات لله الطّيّبات الصّلوات لله
الّسلام
عليك أيّها النّبيّ و رحمة الله و بركاته
السّلام
علينا وعلى عباد الله الصّالحين
أشهد
أن لا إله إلاّ الله وحده لا شريك له و أشهد أنّ محمّدا عبده و رسوله
|
Syafi’i
|
التحيّات
المبركات الصّلوات الطيّبات لله
السّلام
عليك أيّها النّبيّ ورحمة الله وبركاته
السّلام علينا
وعلى عباد الله الصّالحين
أشهد
أن لا إله إلاّ الله و أشهد أنّ سيّدنا محمّدا رسول
الله
|
Hambali
|
التحيّات
لله والصّلوات والطّيّبات
السّلام عليك
أيّها النّبيّ ورحمة الله وبركاته
السّلام علينا
وعلى عباد الله الصّالحين
أشهد
أن لا إله إلاّ الله وحده لا شريك له و أشهد أنّ محمّدا عبده و رسوله
اللهمّ
صلّ على محمّد
|
Sujud Sahwi
Hanafi
|
Dua kali sujud, membaca tasyahhud
dan member salam, kemudian membaca shalawat atas Nabi Saw. lalu
membaca do’a.
Letaknya sesudah salam dengan
syarat waktunya masih luas.
|
Maliki
|
Jumlahnya dua sujud, yang diakhiri
dengan membaca tasyahhud tanpa shalawat dan do’a.
Jika karena kekurangan saja atau
kekurangan dan kelebihan bersamaan, maka letaknya sebelum salam. Jika
kelebihan saja, maka letaknya sesudah salam.
|
Syafi’i
|
Letaknya setelah tasyahhud dan
shalawat dan sebelum salam.
Adapun sifatnya sama dengan
madzhab sebelumnya.
|
Hambali
|
Dua kali sujud yang boleh
dilakukan ketika sebelum atau sesudah salam yang diakhiri dengan tasyahhud
dan salam
|
Jumlah minimum jama’ah dalam shalat
Jum’at
Hanafi
|
Lima orang
|
Maliki
|
Dua belas orang selain imam.
|
Syafi’i
|
Empat puluh orang.
|
Hambali
|
Empat puluh orang.
|
Hukum Shalat ‘Idain
Hanafi
|
Fardhu ‘ain dengan
syarat-syarat yang ada pada shalat Jum’at.
|
Maliki
|
Sunnah muakkadah.
|
Syafi’i
|
Sunnah muakkadah.
|
Hambali
|
Fardhu kifayah.
|
Yang membatalkan shalat
Hanafi
|
Berbicara
sengaja, lupa, tidak tahu hukumnya atau karena keliru.
Membaca
do’a yang mirip dengan ucapan manusia.
Banyak
bergerak.
Memalingkan
dada dari kiblat.
Makan
dan minum.
Berdehem
tanpa alasan.
Menggerutu,
merintih, dan mengaduh.
Menangis
dengan suara keras.
Membalas
ucapan orang yang bersin.
Mengucapkan
kalimat “Inna lillah” ketika mendengar berita buruk\
Mengucapkan
“Alhamdulillah” ketika mendengar berita yang menyenangkan.
Mengucapkan
“Subhanallah” atau “Laa ilaha illallah” karena heran.
Orang
yang shalat dengan tayammum lalu melihat air.
Terbit
matahari ketika shalat Shubuh.
Matahari
tergelincir ketika shalat ‘Ied.
Jatuhnya
pembalut luka yang belum sembuh.
Berhadas
dengan sengaja
|
Maliki
|
Meninggalkan
salah satu rukun dengan sengaja.
Menambah
rukun dengan sengaja
Menambah
tasyahhud bukan pada tempatnya
Tertawa
terbahak-bahak baik sengaja maupun tidak
Makan
dan minum dengan sengaja
Berbicara
dengan sengaja
Meniup
dengan mulut dengan sengaja
Terjadi
sesuatu yang membatalkan wudhu
Terbukanya
aurat.
Muntah
dengan sengaja.
Kena
najis.
Banyak
bergerak.
Menambah
raka’at.
Sujud
sebelum salam.
Meninggalkan
sunnah shalat lebih dari tiga dan tidak melakukan sujud
sahwi untuknya
|
Syafi’i
|
1. Karena hadas
yang mewajibkan wudhu atau mandi
2. Menangis
3. Merintih
4. Banyak
bergerak
5. Ragu-ragu
dalam niat
6. Bimbang dalam
memutuskan shalat namun ia tetap meneruskannya
7. Menukar niat
shalat fardhu
8. Sengaja
berbicara
9. Terbuka
aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupnya
10. Telanjang,
sedangkan ia punya pakaian
11. Kena najis
yang tidak dimaafkan, kalau tidak segera dibuang
12. Mengulang-ulang
takbiratul ihram
13. Meninggalkan
rukun dengan sengaja
14. Masuknya
makanan atau minuman pada rongga mulut
15. Berpaling
dari kiblat dengan dadanya
16. Mengikuti
Imam yang tidak patut untuk diikuti
17. Menambah
rukun dengan sengaja
18. Mendahulukan
rukun fi’li dari yang lainnya
|
Hambali
|
Banyak
bergerak
Kena
najis yang tidak dimaafkan
Membelakangi
kiblat
Terjadinya
sesuatu yang membatalkan wudhu
Sengaja
membuka aurat
Bersandar
dengan kuat tanpa alasan yang jelas
Menambahkan
rukun dengan sengaja
Mendahulukan
suatu rukun dengan rukun lainnya dengan sengaja
Keliru
pada bacaan sehingga merubah artinya, padahal ia mampu merubahnya
Berniat
memutuskan shalat, atau bimbang dalam hal itu
Ragu-ragu
dalam takbiratul ihram
Tertawa
terbahak-bahak
Berbicara
baik dengan sengaja atau tidak
Ma’mum
memberi salam dengan sengaja sebelum Imam
Makan
minum karena lupa atau tidak tahu
Berdehem
tanpa alasan
Meniup
dengan mulut, keluar dua huruf
Menangis
bukan karena takut pada Allah
|
Daftar Pustaka
Mugniyah, Jawad, Muhammad, TRJ:Maykur A.B., Afif Muhammad, Idrus al
Kaff, Fiqh Lima Madzhab, Jakarta: Lentera, 2008.
Syaltout, Syekh Mahmoud, Prof. & Dr., As Sayis, Syekh M. Ali,
Prof., TRJ: Dr. H. Ismuha, S.H., Perbandingan Madzhab, Jakarta: Bulan
Bintang, 1991.
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Beirut:
Daar al Jii
Diambil dari : http://juneeco.blogspot.co.id/2012/04/perbandingan-4-mazhab-tentang-thaharah.html (27-09-2016 , 21.26 WIB)
B. BERBAGAI PENDAPAT TENTANG HUKUM SHOLAT FARDHU BERJAMAAH DI MASJID.
Ada berbagai pendapat tentang hukum sholat fardhu berjamaah di masjid, yang meskipun demikian, mari mulai sekarang jadikan diri kita orang yang mencintai sholat berjamaah di masjid.
1. Pendapat Pertama: Fardhu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam
Asy-Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam
kitab Al-Ifshah jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan jumhur (mayoritas)
ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya (mutaakhkhirin).
Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan
Al-Malikiyah.
Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya
adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain
untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan shalat
jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal itu karena shalat
jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam.
Di dalam kitab Raudhatut-Thalibin karya Imam
An-Nawawi disebutkan bahwa:
Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain. Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti di atas adalah:
Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain. Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti di atas adalah:
§ Dari Abi
Darda` ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah 3 orang yang tinggal di
suatu kampung atau pelosok tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali syetan
telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu memakan
domba yang lepas dari kawanannya." (HR Abu Daud 547 dan Nasai 2/106 dengan
sanad yang hasan)
§ Dari
Malik bin Al-Huwairits bahwa Rasulullah SAW, `Kembalilah kalian kepada keluarga
kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka shalat dan perintahkan
mereka melakukannya. Bila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang
kalian melantunkan azan dan yang paling tua menjadi imam.(HR Muslim 292 - 674).
§ Dari
Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Shalat berjamaah itu lebih utama
dari shalat sendirian dengan 27 derajat. (HR Muslim 650, 249)
Al-Khatthabi dalam kitab Ma`alimus-Sunan jilid 1 halaman 160 berkata bahwa kebanyakan ulama As-Syafi`i mengatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan berdasarkan hadits ini.
Al-Khatthabi dalam kitab Ma`alimus-Sunan jilid 1 halaman 160 berkata bahwa kebanyakan ulama As-Syafi`i mengatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan berdasarkan hadits ini.
2. Pendapat Kedua: Fardhu `Ain
Yang berpendapat demikian adalah Atho` bin Abi
Rabah, Al-Auza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama
Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus
dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar azan,
haruslah dia mendatanginya untuk shalat. (lihat Mukhtashar Al-Fatawa
Al-MAshriyah halaman 50). Dalilnya adalah hadits berikut:
§ Dari
Aisyah ra berkata, `Siapa yang mendengar azan tapi tidak menjawabnya (dengan
shalat), maka dia tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak
menginginkannya. (Al-Muqni` 1/193). Dengan demikian bila seorang muslim
meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun shalatnya tetap syah.
§ Dari Abu
Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Sungguh aku punya keinginan untuk
memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk
jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu
bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar
rumah-rumah mereka dengan api." (HR Bukhari 644, 657, 2420, 7224. Muslim
651 dan lafaz hadits ini darinya).
3. Pendapat Ketiga: Sunnah Muakkadah
Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Hanafiyah
dan Al-Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh imam As-Syaukani dalam kitabnya
Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Beliau berkata bahwa pendapat yang paling
tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan
pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat
syahnya shalat, tentu tidak bisa diterima.
Al-Karkhi dari ulama Al-Hanafiyah berkata bahwa
shalat berjamaah itu hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya
kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah
tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah
muakkadah itu sama dengan wajib. (silahkan periksan kitab Bada`ius-Shanai`
karya Al-Kisani jilid 1 halaman 76).
Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab
Al-Malikiyah dalam kitabnya Al-Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu
berjamaah selain shalat Jumat hukumnya sunnah muakkadah. Lihat Jawahirul Iklil
jilid 1 halama 76.
Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang
dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. (lihat Qawanin
Al-Ahkam As-Syar`iyah halaman 83). Ad-Dardir dalam kitab Asy-Syarhu As-Shaghir
jilid 1 halaman 244 berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam
dan selain Jumat, hukumnya sunnah muakkadah.
Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka
antara lain adalah dalil-dalil berikut ini:
§ Dari
Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Shalat berjamaah itu lebih utama
dari shalat sendirian dengan 27 derajat. (HR Muslim 650, 249)
Ash-Shan`ani dalam kitabnya Subulus-Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa shalat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib.
Ash-Shan`ani dalam kitabnya Subulus-Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa shalat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib.
§ Dari Abi
Musa ra berkata bahwa Rasulullah SAw bersabda, `Sesungguhnya orang yang
mendapatkan ganjaran paling besar adalah orang yang paling jauh berjalannya.
Orang yang menunggu shalat jamaah bersama imam lebih besar pahalanya dari orang
yang shalat sendirian kemudian tidur. (lihat Fathul Bari jilid 2 halaman 278)
4. Pendapat Keempat: Syarat Syahnya Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat yang
mengatakan bahwa hukum syarat fardhu berjamaah adalah syarat syahnya shalat.
Sehingga bagi mereka, shalat fardhu itu tidak syah kalau tidak dikerjakan dengan
berjamaah.
Yang berpendapat seperti ini antara lain adalah
Ibnu Taymiyah dalam salah satu pendapatnya (lihat Majmu` Fatawa jilid 23
halaman 333). Demikian juga dengan Ibnul Qayyim, murid beliau. Juga Ibnu Aqil
dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah (lihat Al-Muhalla jilid 4 halaman
265). Termasuk di antaranya adalah para ahli hadits, Abul Hasan At-Tamimi, Abu
Al-Barakat dari kalangan Al-Hanabilah serta Ibnu Khuzaemah. Dalil yang mereka
gunakan adalah:
§ Dari
Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAw bersaba, `Siapa yang mendengar azan tapi
tidak mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada
uzur.(HR Ibnu Majah793, Ad-Daruquthuny 1/420, Ibnu Hibban 2064 dan Al-Hakim
1/245)
§ Dari Abi
Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya shalat yang
paling berat buat orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya
mereka tahu apa yang akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka
akan mendatanginya meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk
memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk
jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu
bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar
rumah-rumah mereka dengan api." (HR Bukhari 644, 657, 2420, 7224. Muslim
651 dan lafaz hadits ini darinya).
§ Dari Abi
Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang
buta dan berkata, "Ya Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke
masjid. Rasulullah SAW berkata untuk memberikan keringanan untuknya. Ketika
sudah berlalu, Rasulullah SAW memanggilnya dan bertanya, `Apakah kamu dengar
azan shalat?`. `Ya`, jawabnya. `Datangilah`, kata Rasulullah SAW. (HR Muslim
1/452).