Teori Perkembangan pada Masa
Pra-Sekolah
Masa kanak-kanak dini atau anak usia pra-sekolah
merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai
memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai perempuan atau laki-laki, dapat
mengatur diriya sendiri dan mengenal bebrapa hal yang dianggap berbahaya. Secara
umum, aspek-aspek perkembangan pada usia anak pra sekolah ini dapat diuraikan
sebagai berikut;
1.
Perkembangan
fisik
Perkembangan
fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Seiring
meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut berat badan dan tinggi, maupun
tenaganya, memungkinkan anak untuk lebih mengembangkan keterampilan fisiknya
dan eksplorasi terhadap lingkungan tanpa bantuan orang tua. Pada usia ini
banyak perubahan fisiologis seperti pernapasan yang menjadi lebih lambat dan dalam
serta denyut jantung lebih lama dan menetap. Proporsi tubuh juga berubah secara
dramatis seperti pada usia 3 tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm dan
beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia 5 tahun tingginya dapat mencapai
100-110 cm. Tulang kakinya tumbuh dengan cepat dan tulang-tulang semakin
besar dan kuat, pertumbuhan gigi semakin komplit. Untuk perkembangan fisik anak
sangat diperlukan gizi yang cukup seperti protein, vitamin, dan mineral dsb.
2.
Perkembangan
Intelektual
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional,
yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis.
Periode ini juga ditandai dengan berkembangnya representasional atau symbolic
function yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan sesuatu
yang lain menggunakan simbol-simbol seperti bahasa, gambar, isyarat, benda,
untuk melambangkan sesuatu atau peristiwa. Melalui kemampuan diatas, anak mampu
berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Ia dapat menggunakan
kata-kata, benda untuk mengungkapkan lainnya atau suatu peristiwa.
3.
Perkembangan
Emosional
Pada
usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda
dengan Aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini diperoleh dari pengalaman
bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi orang lain. Bersamaan dengan itu
berkembang pula perasaan harga diri. Jika lingkungannya tidak mengakui harga
dirinya seperti memperlakukan anak dengan keras, atau kurang menyayanginya maka
dalam diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala, menentang, atau
menyerah dengan terpaksa. Beberapa emosi umum yang berkembang pada masa anak
yaitu, takut (perasaan terancam), cemas (takut karena khayalan),
marah (perasaan kecewa), cemburu (merasa tersisihkan),
kegembiraan (kebutuhan terpenuhi), kasih sayang (menyenangi
lingkungan), phobi (takut yang abnormal), ingin tahu (ingin
mengenal).
4.
Perkembangan
Bahasa
Perkembangan
bahasa anak pra-sekolah, dapat diklasifikasikan kedalam dua tahap (sebagai
kelanjutan dari dua tahap sebelumnya). Masa Ketiga (2,0-2,6 tahun) bercirikan;
a. Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang
sempurna.
b. Anak sudah mampu memahami memahami tetang
perbandingan.
c. Anak banyak menanyakan tempat dan nama; apa, dimana,
darimana, dsb.
d. Anak sudah mulai menggunakan kata-kata berawalan dan
berakhiran.
Tahap Keempat (2,6-6,0 tahun) bercirikan;
a. Anak sudah menggunakan kalimat majemuk beserta anak
kalimatnya.
b. Tingkat berpikir anak sudah lebih maju.
c. Anak banyak bertanya tentang waktu, sebab akibat
melalui pertanyaan kapan, mengapa, bagaimana, dsb.
5.
Perkembangan
Sosial
Pada
usia anak pra-sekolah (terutama mulai usia 4 tahun), perkembangan sosial anak
sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman
sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah;
a. Anak mulai mengetahui aturan-aturan (lingkungan
keluarga/lingkungan bermain).
b. Sedikit-sedikit anak sudah mulai tunduk pada
peraturan.
c. Anak makin menyadari akan kepentingan diri dan
kepentingan orang lain.
d. Anak sudah bisa bersosialisasi (bermain) dengan
anak-anak yang lain (peer group) Perkembangan sosial anak sangat
dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarga. Anak akan mampu menyesuaikan
diri dengan keharmonisan, kerjasama dan berkomunikasi serta konsisten pada
aturan bila lingkungan keluarga bersuasana kondusif.
6.
Perkembangan
Bermain
Usia
anak pra-sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya
diisi dengan kegiatan bermain. Terdapat beberapa macam permainan anak seperti;
a. Permainan fungsi (permainan gerak),ex: meloncat-loncat, berlarian dsb.
b. Permainan fiksi, ex: kuda-kudaan, perang-perangan dsb
c. Permainan reseptif atau apresiatif, ex: mendengar cerita, dongeng dsb
d. Permainan konstruksi, ex: membuat kue dari tanah, membuat rumah-rumahan dsb
e. Permainan prestasi, ex: sepak bola, basket, dsb.
Secara psikologis dan pedagogis, bermain mempunyai
nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak, diantaranya;
a. Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga dsb
b. Anak dapat mengembangkan rasa percaya diri, tanggung
jawab.
c. Anak dapat berimajinasi secara luas dan
berkreatifitas.
d. Anak dapat mengenal aturan bermain
e. Anak dapat memahami bahwa dirinya dan orang lain
sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan.
f.
Anak
dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa atau toleransi.
7.
Perkembangan
Kepribadian
Masa
anak-anak awal ini lazim disebut masa Trotzalter atau periode perlawanan
atau masa krisis pertama. Krisis ini terjadi karena ada perubahan yang
signifikan dalam dirinya, yaitu dia mulai sadar akan Aku-nya, dia menyadari
bahwa dirinya terpisah dari lingungannya atau orang lain, dia suka menyebut
nama dirinya apabila bericara dengan orang lain. Dengan kesadaran ini anak
menemukan bahwa ada dua pihak yang berhadapan yaiu Aku-nya dan orang lain
(orang tua, saudara, teman). Dia sadar bahwa tidak semua keinginannya akan
dipenuhi orang lain atau diperhatikan kepentingannya. Pertentangan didalam diri
anak ini dapat menyebabkan ketegangan sehingga tidak jarang anak meresponsnya
dengan sikap membandel atau keras kepala. Bagi usia anak, sikap membandel ini
merupakan suatu kewajaran, karena perkembangan pribadi mereka sedang bergerak
dari sikap dependen (membutuhkan perawatan) ke independent (bebas). Oleh karena
itu agar tida berkembang sikap membandel anak yang kurang terkontrol orang tua
harus menghadapinya secara bijaksana dan penuh kasih sayang.
8.
Perkembangan
Moral
Pada
masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok
sosialnya (orang tua, saudara, dan teman sebaya) melalui pengalaman
berinteraksi dengan orang lain. Melalui proses berinteraksi ini anak belajar
memahami tentang kegiatan atau prilaku yang baik, buruk, dilarang, disetujui,
dsb. Maka berdasarkan pemahaman iti, anak harus senantiasa dilatih dan
dibiasakan bagaimana seharusnya bertingkah laku yang baik. Pada saat
mengenalkan konsep-konsep baik buruk, benar salah, orang tua hendaknya
memberikan penjelasan tentang alasannya, seperti; mengapa harus gosok gigi
sebelum tidur, mengapa harus mencuci tangan sebelum makan, mengapa tidak boleh
membuang sampah sembarangan. Hal ini diharapkan akan mengembangkan self-control
atau self discipline (kemampuan mengendalikan diri) pada anak.
Pada usia pra-sekolah berkembang kesadaran sosial anak yang meliputi sikap
simpati atau sikap kepedulian terhadap sesama.
9.
Perkembangan
Kesadaran Beragama
Secara
umum, kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut ;
a.
Sikap
keagamaannya masih bersifat reseptif (menerima) meski banyak bertanya.
b.
Pandangan
keTuhanannya bersifat anthropormorph (dipersonifikasikan).
c.
Penghayatan
secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meski telah ikut
berpartisipasi dalam beribadah.
d.
Hal
keTuhanan dipandang secara khayalan sesuai taraf berpikirnya. Pengetahuan anak
tentang agama akan terus berkembang ketika mendengarkan ucapan-ucapan orang
tuanya, melihat sikap dan prilaku orang tuanya saat beribadah, serta pengalaman
dalam mengikuti ibadah dan meniru ucapan orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar